REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Terhitung September hingga Desember 2012, sudah ribuan itik mati karena virus H5N1 yang telah bermutasi dengan clade 2.3.2. Bangkai itik tersebar di Kabupaten Bantul, Kulonprogo, Sleman dan Kota Yogyakarta.
Koordinator Unit Pengendali Penyakit Avian Influenza (flu burung), atau Local Disease Control Center (LDCC) Dinas Pertanian (Distan) DIY Tri Wahono pada Republika, Jumat (14/12) menjelaskan banyak juga ayam kampung yang mati.
Padahal, selama ini masyarakat beranggapan bahwa itik tahan terhadap serangan H5N1. Akan tetapi, sejak September lalu di DIY mulai terjadi kematian pada itik. Ketika dilakukan pemeriksaan di Balai Penelitian Veteriner (Balivet) Jakarta, ternyata penyebab kematian itik tersebut H5N1 clade 2.3.2. Padahal biasanya virus H5N1 yang terjadi pada unggas dengan varian 3.2.1.
Gejala itik yang terkena H5N1 dengan clade 2.3.2 seperti MD (Marek's disease) pada unggas yakni lehernya terputar, matanya seperti katarak dan pada hari ketiga lumpuh. Namun biasanya kalau unggas terkena MD setelah diobati bisa sembuh. Namun bebek yang terkena H5N1 dengan clade 2.3.2 pada hari keempat biasanya langsung mati.
Diakui Tri, H5N1 dengan clade 2.3.2 lebih ganas daripada H5N1 yang selama ini terjadi pada unggas. Oleh karena itu diperlukan vaksinasi baru. Kalau digunakan vaksinasi biasa, tidak akan berpengaruh besar karena virusnya lebih ganas.
''Saya dan masyarakat berharap agar pemerintah segera mengusahakan vaksin baru untuk mencegah semakin meluasnya H5N1 yang sudah bermutasi. Paling lambat enam bulan setelah masuknya H5N1 dengan clade 2.3.2 sudah tersedia vaksin tersebut,''kata Tri