Rabu 12 Dec 2012 07:05 WIB

IPW Tolak Pemberlakuan Nomor Kendaraan Ganjil-Genap

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Dewi Mardiani
Kemacetan lalulintas yang terjadi di Jakarta. Ilustrasi.
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Kemacetan lalulintas yang terjadi di Jakarta. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana mengurangi kemacetan dengan memberlakukan sistem nomor kendaraan ganjil dan genap Pemerintah DKI Jakarta mendapat penolakan.

Indonesia Police Watch (IPW) menolak gagasan Nomor Polisi Genap Ganjil yang dilontarkan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, untuk mengatasi kemacetan. IPW mendesak agar Polda Metro Jaya tidak mendukung gagasan tersebut.

"Sebab gagasan itu sangat tidak realistis dan merugikan rakyat," ujar Ketua Presidium IPW Neta S Pane dalam siaran persnya, Rabu (12/12).

 

Ia menjelaskan, terjadinya kemacetan parah di Jakarta adalah akibat tidak jelasnya konsep pemerintah dalam mengendalikan jumlah kendaraan bermotor. Bahkan, pemerintah cenderung berpihak kepada kepentingan asing dalam mengumbar produksi kendaraan bermotor.

Di sisi lain, pemerintah tampaknya tidak peduli dengan keberadaan angkutan umum (masal). Ia kemudian mempertanyakan, dalam kondisi tersebut, pantaskah kemudian rakyat dikorbankan dengan program Jokowi. "Seharusnya Jokowi tahu bahwa sumber kemacetan bukan hanya karena kepadatan kendaraan pribadi, tapi juga akibat jalanan umum dikuasai parkir liar dan pedagang kaki lima," katanya.

Di Jakarta, sedikitnya terdapat 21.500 titik yang dikuasai parkir liar dan pedagang kali lima. Titik tersebut tersebar mulai dari Jatinegara, Matraman, Salemba, Cawang, Grogol, Roxi, Blok M, Cengkareng dan lainnya. Selain itu, terminal bayangan hampir selalu berada di lokasi-lokasi strategis di Jakarta dan menjadi biang kemacetan.

Neta menyarankan seharusnya Jokowi membenahi dulu angkutan umum yang sangat tidak memadai. Ia juga menilai pelayanan Transjakarta masih buruk. Selain berjubel, di atas pukul 21.00 WIB Transjakarta tidak berhenti di semua halte.

"Untuk mengatasi kemacetan Jakarta Jokowi perlu mendesak Pemerintah Pusat segera mengendalikan produksi otomotif. Bila perlu melakukan moratorium, sehingga Jakarta tidak menjadi lokasi 'pembuangan tumpah ruah' industri otomotif asing yang sekarang nyata-nyata membuat kesemrawutan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement