REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pengusaha dan penegak hukum dinilai perlu membuat Memorandum of Understanding untuk mengatur harmonisasi antara penegak hukum dengan pengusaha.
Keberadaan MoU ini diharapkan dapat menjadi solusi internal sebelum permasalahan tersebut dijadikan kasus pidana. Sehingga, tidak semua permasalahan harus masuk ke pengadilan.
"Hukum pidana selama ini jadi senjata pamungkas pertama, bukan perdata," ujar Guru Besar UI, Prof. Dr. Indrianto Seno Aji, SH, MH di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (11/12). Menurutnya, Kamar dagang dan industri (Kadin) dapat berperan untuk memfasilitasi MoU tersebut.
Selama ini, ujarnya, para pengusaha takut dengan pasal yang digunakan menjerat tindakan korupsi yaitu pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang Tipikor. "Selama ada pasal 2 dan 3, semua perbuatan yang sebetulnya non pidana bisa masuk kesitu, investasi tidak nyaman," ungkapnya.
Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra sepakat bahwa hukuman pidana harus dilaksanakan paling akhir. Tidak semua hal perlu dipidanakan. Sebanyak 80% kasus yang ditangani tindak pidana korupsi adalah kasus suap. "Di negara ini apa saja dipidanakan, pusing kita," ujar mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ini.
Ia mengangap seharusnya pengusaha bisa lebih diberdayakan. Di sisi lain, tidak ada pemerintah dan penguasa yang tidak zolim, walaupun porsinya sedikit. Ketidakjelasan peraturan memperbesar peluang dilakukannya korupsi. "Realistis saja," katanya.
Advertisement