REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kasus perselingkuhan dan nikah siri di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) setiap tahunnya cukup tinggi. Bahkan angka tersebut dari tahun ke tahun terus meningkat.
Menurut Direktur Women Crisis Center WCC), Rifka Annisa Yogyakarta Suharti, kasus nikah siri dan perselingkuhan bahkan mencapai 70 persen lebih dari seluruh kasus kekerasan terhadap perempuan.
"Jumlahnya paling tinggi dibandingkan kasus lain dan kecenderungannya meningkat," terang usai talkshow tentang kekerasan terhadap perempuan di Yogyakarta, Senin (10/12).
Talkshow tersebut digelar oleh jaringan perempuan Yogyakarta (JPY). JPY sendiri beranggotakan lembaga swadaya masyarakat (LSM) perempuan dan lembaga advokasi terhadap perempuan di DIY.
Berdasarkan data di Rifka Annisa kata dia, kasus perselingkuhan dan nikah siri di DIY pada 2012 hingga akhir November lalu mencapai 239 kasus. Kasus ini meningkat dibandingkan 2011 yang hanya 235 kasus dan pada 2010 hanya 216 kasus.
Dari seluruh kasus, perselingkuhan menduduki peringkat tertinggi. Pada 2012 dari 239 kasus tersebut, 84 kasus diantaranya adalah perselingkuhan dan 2 kasus nikah sirri, pada 2011 kasus perselingkuhan ada 83 kasus dan 3 kasus nikah sirri, lalu 2010 ada 85 kasus perselingkuhan dan 4 kasus nikah sirri. Kasus tertinggi menurutnya berada di Kabupaten Gunungkidul.
Peningkatan kasus nikah sirri dan perselingkuhan ini menurut Suharti akibat berbagai sebab. Antara lain kata dia, semakin sadarnya perempuan korban kekerasan untuk melapor ke lembaga advokasi sehingga banyak kasus tercatat dan terungkap ke publik.
Pernikahan sirri di DIY kata dia, sebagian besar dilakukan karena poligami tanpa persetujuan istri pertama. Selain itu juga karena mahalnya biaya pernikahan di catatan sipil.
"Pernikahan sirri karena poligami memang banyak. Ini yang kita soroti, bagaimanapun ini merugikan kaum perempuan dan anak-anak karena mereka tidak memiliki legalitas atas bapaknya karena hal tersebut," tegasnya.