REPUBLIKA.CO.ID, SOREANG -- Pemalsuan akta cerai di wilayah Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kota Cimahi perlu diwaspadai.
Berdasarkan temuan Pengadilan Agama Cimahi, banyak akta cerai yang tidak terdaftar dan diduga palsu. Akibatnya, warga yang menjadi korban pemalsuan sulit untuk melakukan legalisir proses pernikahan selanjutnya.
Panitera/Sekretaris Pengadilan Agama Cimahi, Saepuloh menuturkan, dalam satu bulan setidaknya ada sekitar lima laporan warga yang tidak bisa mengurus penggunaan surat cerai, karena tidak terdaftar.
Saepuloh menduga akta cerai yang beredar banyak di masyarakat. "Biasanya mereka mau legalisir tetapi tidak bisa diproses. Kalau di masyarakat mungkin banyak akta cerai palsu," ujarnya saat ditemui di Kantor Pengadilan Agama Cimahi, Kawasan Kantor Pemerintahan Kabupaten Bandung, Senin (10/12).
Saepuloh mengungkapkan, pemalsuan akta cerai dilakukan karena banyak masyarakat yang menganggap proses perceraian yang dilakukan di Pengadilan Agama berbelit-belit.
Selain itu, terdapat oknum dari Pengadilan Agama yang membantu proses penerbitan akta cerai palsu. "Masyarakat kan taunya ribet kalau mengurus perceraian. Selain itu ada juga oknum yang memang mencari keuntungan dengan melakukan pemalsuan akta cerai," kata dia.
Berdasarkan catatan Pengadilan Agama Cimahi, perkara perceraian yang masuk selama Januari hingga November ada 4.531. Menurut Saefuloh dalam satu bulan rata-rata terdapat 400-an perkara perceraian.
Dari jumlah tersebut, Saepuloh mengatakan, sebanyak 70 persen cerai terjadi karena gugatan istri, sedangkan 30 persen karena talak dari suami. Sedangkan sumber perceraian beragam di antaranya tidak ada tanggungjawab suami, kehidupan yang tidak harmonis, alasan ekonomi, cemburu, dan poligami tidak sehat.