REPUBLIKA.CO.ID, Bandung -- Islah antara Bupati Garut, H Aceng Fikri dengan mantan istri sirinya, Fani Oktora, tak mempengaruhi kerja Pansus Dugaan Pelanggaran Etika dan Peraturan Perudang-Undangan. Pansus menilai islah tersebut sangat baik dilakukan oleh bupati untuk menyelesaikan persoalan pribadinya.
"Islah hanya penyelesaian pribadi antara bupati dengan Fani. Sementara masalah dugaan pelanggaran etika dan perundang-undangan tetap berjalan," kata Ketua Pansus, H Asep Lesmana, Kamis (6/12).
Menurut Asep, masalah dugaan pelanggaran etika yang dialamatkan kepada bupati, harus tetap dipertanggungjawabkan. Sebagai pejabat publik, bupati harus mematuhi rambu-rambu yang ada. Karena itu, ketika bupati dituduh melanggar etika dan aturan perundang-undangan, maka yang bersangkutan harus mempertanggungjawabkannya. "Tugas Pansus adalah untuk mencari titik terang atas dugaan tersebut," kata dia.
Dikatakan Asep, jika dugaan pelanggaran ini dibiarkan, justru akan membuat persoalan semakin tak jelas. Apalagi, imbuh dia, bupati merupakan pejabat yang harus bertanggng jawab atas segala tindakannya. " Menurut hemat kami, persoalan ini bisa diselesaikan dengan cara islah dan proses hukum yang ada," kata dia.
Sampai pukul 16.30 WIB, rencana pertemuan Pansus dengan bupati belum juga dimulai. Menurut Asep, selain mengundang bupati Pansus juga menjadwalkan pertemuan dengan saksi pernikahan bupati dan Fani. Kedua saksi itu, kata dia, KH Saidi Gufron dan A Zahidi. Keduanya, kata dia, telah diundang Pansus, namun tidak hadir. "Akan kita jadwal ulang pertemuan dengan saksi tersebut," imbuh dia.
Sementara Gubernur Jawa Barat (Jabar), Ahmad Heryawan, mengatakan meski islah telah dilakukan, pihaknya tetap menyerahkan hasil investigasi skandal nikah siri kilat bupati ke pemerintah pusat. Soal sanksi yang akan dijatuhkan, itu kewenangan Mendagri.
Pemerintah pusat pun, kata dia, sudah menurunkan tim untuk melakukan investigasi. "Pemerintah pusat juga sedang bekerja. Kita tunggu saja hasilnya," ujar dia.