REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Bali tahun 2013 sebesar Rp 1.181.000 ditolak oleh kaum buruh yang tergabung dalam Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FPNBI). Mereka menilai kenaikannya tidak signifikan.
"Kenaikan itu jelas terlalu kecil. Apalagi sebentar lagi akan ada kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) dan listrik," kata Ketua FNPBI Bali Ichsan Tantowi dalam diskusi di kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar, Rabu.
Pihaknya mendesak Gubernur Bali berani menetapkan UMP yang lebih tinggi dari angka itu, meskipun dibandingkan UMP tahun 2012 ada kenaikan. Ia menganggap UMP Bali tidak didasari atas survei kebutuhan hidup layak (KHL).
Terkait harga barang, dia menyebutkan lokasi yang disurvei adalah pasar-pasar tradisional yang jauh dari tempat tinggal para buruh. "Tentu saja harganya lebih murah. Padahal pasar itu bukan tempat berbelanja para buruh yang tinggal di sekitar lokasi kerja," ujarnya.
Usulan UMP itu seringkali disalahartikan untuk melindungi perusahaan skala kecil yang terancam bangkrut bila membayar upah buruh terlalu tinggi. Namun menurut dia, sebenarnya lebih didominasi oleh kepentingan perusahaan besar yang tidak mau menyejahterakan buruhnya.
"Kalau perusahaan kecil yang belum mampu sesuai peraturan sebenarnya bisa mengajukan penangguhan," ujarnya.
Besaran UMP, lanjut dia, mestinya paling tidak sebesar Rp1.400.000. Selain mempertimbangkan KHL, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi juga untuk mengantisipasi kenaikan harga BBM dan listrik yang sudah pasti akan berpengaruh pada kenaikan harga barang dan jasa.