REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengungkapkan pola konsumsi wisatawan tidak lagi terfokus ingin tempat bersantai dengan menikmati sun, sea dan sand. Tetapi sudah berubah untuk menikmati kreasi budaya dalam berbagai wujud.
Gubernur mengemukakan hal itu pada pembukaan seminar dalam rangka uji sahih Rancangan Undang-undang (RUU) Perubahan terhadap Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pariwisata di Yogyakarta, Rabu (5/12). Seminar ini dihadiri anggota DPD RI, pakar hukum, pelaku pariwisata dan tokoh masyarakat.
Lebih lanjut, Sultan mengatakan kompetisi destinasi pariwisata saat ini semakin ketat. Sebab sejak 2000, Bank Dunia telah mencanangkan sektor pariwisata sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kemudian dikenal sebagai pariwisata berbasis masyarakat.
"Pariwisata berbasis masyarakat selain bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga melestarikan lingkungan dan budaya," kata Sultan.
Sementara Ketua Komisi III DPD RI, Hardi Selamat Hood mengatakan tujuan seminar ini untuk mendapatkan masukan dari pelaku pariwisata.
Masukan tersebut akan digunakan sebagai pertimbangan untuk merekonstruksi hunbungan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pembangunan sektor pariwisata. Sehingga pembangunan sektor pariwisata ini bisa berkelanjutan, berbasis masyarakat dan berbasis lokal.
Saat ini, kata Hardi, dunia pariwisata dikembangkan dengan model management destination organization (DMO). Model ini merupakan tata kelola destinasi pariwisata yang terstruktur dan sinergis yang mencakup fungsi koordinasi, perencanaan, implementasi dan pengendalian organisasi destinasi.
"Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), merupakan salah satu destinasi pariwisata nasional diharapkan dapat berkontribusi terhadap pengembangan pariwisata berbasis lokalitas," kata Hardi.
Menurut Hardi, meskipun pariwisata telah memberikan kontribusi devisa, namun jika dilihat potensi alam Indonesia, devisa yang dihasilkan masih sedikit. Dalam perolehan devisa Indonesia berada pada peringkat 70 dari 139 negara. Sedang Singapura dengan perolehan devisa sebesar 7,1 miliar (2011) di peringkat 10, Malaysia peringkat 35, dan Thailand peringkat 41.
Selama ini, kata Hardi, masyarakat hanya sebagai penonton. Karena itu, perlu ada kebijakan yang mendukung masyarakat agar peran dalam sektor pariwisata bisa lebih besar. "Perubahan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 ini diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat," tandasnya.