Rabu 05 Dec 2012 09:48 WIB

UN Jadi Penyebab Anak Alami Gangguan Kejiwaan

Rep: neni ridarineni/ Red: Heri Ruslan
 Beberapa siswa melakukan aksi corat-coret saat pengumuman kelulusan Ujian Nasional (UN) tingkat SMA/MA di SMA Negeri 1 Jakarta, Sabtu (26/5). (Prayogi/Republika)
Beberapa siswa melakukan aksi corat-coret saat pengumuman kelulusan Ujian Nasional (UN) tingkat SMA/MA di SMA Negeri 1 Jakarta, Sabtu (26/5). (Prayogi/Republika)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Banyak pelajar di Sleman mengalami gangguan kejiwaan. Hal ini dilihat dari kunjungan anak untuk melakukan konsultasi ke psikolog di Puskesmas yang ada di Kabupaten Sleman mencapai sekitar 16 ribu anak.

Hal itu menunjukkan ada persoalan besar tentang tumbuh kembang anak,''kata Lembaga Perlindungan Anak (LPA) DIY Sari Murti Widyastuti baru-baru ini di Yogyakarta.  Dia mengungkapkan data tersebut diperoleh ketika dia akan membuat analisis kuster untuk kabupaten ramah anak yakni kluster tentang kesehatan kejiwaan anak

''Ternyata ketika kami dapatkan data dari psikolog di Puskesmas se-Kabupaten Sleman diperoleh data anak yang melakukan konsultasi ke psikolog sebanyak itu,''ungkap dia.  Namun Sari mengatakan untuk mengetahui gangguan kejiwaannya seperti apa, apa penyebab dan akibatnya,  perlu didalami lagi.

''Hal itu menjadi PR (red. Pekerjaan Rumah) kita. Karena yang kami peroleh baru data di permukaan,''tutur dia.

Meskipun demikian dia mengemukakan salah satu penyebab anak mengalami gangguan kejiwaan karena mereka mendapatkan berbagai tekanan  dan salah satunya masalah Ujian  Nasional (UN). 

''Saya kira kalau melihat pengalaman yang ada,  UN menjadi salah satu penyebabnya. Cobalah kita lihat kembali, apakah kebijakan UN itu merupakan kebijakan yang baik untuk ke depan. Dulu tidak ada UN saja orang Indonesia juga pintar-pintar,''kata dia.

Sari mempertanyakaan apakah dengan adanya UN kualitas anak-anak Indonesia menjadi lebih baik? Malah justru banyak terjadi manipulasi nilai. Sehingga nilai kejujuran diabaikan.

''Indonesia menjadi terpuruk karena nilai kejujuran rendah,'' kata dosen Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta ini.

Masih berkaitan dengan manipulasi dan rendahnya kejujuran , Sari menyoroti juga soal masalah SIM (Surat Izin Mengemudi) yang sudah dimiliki oleh anak yang masih berusia di bawah 17 tahun. Manipulasi data tersebut bisa dari orangtua maupun pihak aparat , yakni usia anak ditambah supaya bisa mendapatkan SIM.

Namun dengan adanya Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) dia berharap pemalsuan data anak akan sangat sulit dilakukan. Pasalnya, untuk mendapatkan SIM, dipastikan anak telah memalsukan data-data yang sebenarnya.

''E-KTP sekarang ini semoga semakin canggih, sehingga data-datanya akan sulit dipalsukan,'' tutur Sari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement