REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Deputi Direktur Konservasi WWF Indonesia, Budi Wardhana, mengingatkan, berdasarkan kajian jejak ekologis, Indonesia akan mengalami defisit pada 2016.
“Artinya, sejak tahun itu kita sudah memakai sumber daya alam yang seharusnya dinikmati anak cucu kita,”kata Budi di Pontianak, Selasa (4/12).
Menurut dia, penduduk penduduk mempengaruhi jejak ekologis di Indonesia. Namun, yang sangat mempengaruhi jejak ekologis ternyata produk domestik bruto yang terkait dengan pembangunan.
Menurutnya, pada 2004 ekonomi Indonesia secara perlahan mulai pulih dari goncangan krisis global. Meski pun masih rentan dengan kondisi politik, sosial atau keamanan pertahanan.
Sedangkan dari sektor pertumbuhan karbon, Indonesia terus meningkat dan kini menempati peringkat kedua di bawah Cina. Emisi karbon ini diperkirakan akan terus meningkat secara drastis kalau terjadi perubahan fungsi lahan serta pembukaan hutan skala luas.
“Pemerintah sendiri mempunyai komitmen menurunkan emisi karbon 26 persen hingga 41 persen pada 2020,” kata dia.
Berdasarkan kajian 1971-2004, energi Indonesia ternyata semakin kotor. Indonesia, lanjut dia, masih kalah dibanding Cina meskipun pertumbuhan penduduk nasional sekitar dua persen
“Efisiensi energi masih rendah, karena Indonesia ikut menyumbang karbon yang tinggi. Bahkan Indonesia negara yang paling kotor dibanding China, Australia, dan negara lain di sekitarnya,” cetus dia.
Nilai efisiensi sumber daya Indonesia pun berada di posisi 6,60, jauh di atas rata-rata dunia sebesar 2,61.