Jumat 30 Nov 2012 14:57 WIB

DPR Belum Beri Lampu Hijau Terkait BBM

Rep: Sefti Oktarianisa/ Red: Dewi Mardiani
Rudi Rubiandini R.S.
Foto: bisnis.com
Rudi Rubiandini R.S.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengaku hingga kini belum mendapat persetujuan DPR terkait penambahan kuota BBM bersubsidi. "Kita sudah minta tapi belum ada lampu hijau dari DPR," kata Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rudi Rubiandini, Jumat (30/12).

Karenanya, pemerintah berharap DPR bisa mengatur jadwal rapat terkait penambahan kuota BBM bersubsidi ini sesegera mungkin. Pasalnya, DPR akan segera memasuki masa reses 14 Desember nanti.

Rudi optimis penambahan kuota BBM bersubsidi ini bakal disetujui lembaga legislatif itu. "Tidak mungkin, tidak setuju. DPR tak mungkin tak pro rakyat," ujarnya.

Terkait hari tanpa BBM bersubsidi, mantan pejabat eks BP Migas ini menegaskan program tersebut bakal mundur ke 2013 nanti. "Ya kita akan coba tahun depan," tegasnya.

Ia menampik pemerintah lalai dalam pengendalian BBM bersubsidi sehingga penghematan ta berjalan. Menurutnya penyelewengan di lapangan menjadi penyebab.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR, Ahmad Ferial, menegaskan soal penambahan BBM bersubsidi akan segera dibahas pada 2 atau 3 Desember nanti. "Senin atau selasa dibahas," katanya.

Ia pun mengatakan kalau memang untuk kepentingan rakyat, pihaknya setuju penambahan BBM bersubsidi. Soal dana, kata dia, pemerintah akan menggunakan danantalangan yang akan diganti. "Jadi nanti begitu disetujui, Pertamina akan tetap mendistribusikan," ujarnya. Jumlah yang terealisasi akan diverifikasi dan setelahnya diganti ke pemerintah.

Anggota Komisi VII DPR RI Bobby Rizaldi meminta pemerintah menghitung benar kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Meski setuju penambahan kuota BBM bersubsidi asal untuk rakyat, DPR mengaku penambahan kuota BBM bersubsidi hingga dua kali dalam setahun tak boleh terulang.

Selain itu, ia pun meminta pemerintah mengawasi ketat penyaluran BBM bersubsidi. Ditekankannya harus ada mekanisme pendistribusian tertutup. "Ini konsepnya sama dengan pupuk bersubsidi ataupun beras raskin," jelasnya. Kalau distribusi tetap terbuka seperti sekarang, ia mengatakan semua kebijakan tak akan berjalan dengan maksimal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement