Jumat 30 Nov 2012 08:45 WIB

Sesaknya Sampah di Ciliwung Tua (bagian 2)

 Seorang ibu melintasi banjir yang menggenangi kawasan Kampung Melayu Kecil 1, Poncol, Bukit Duri, Jakarta Selatan,Senin (22/10).   (Agung Fatma Putra)
Seorang ibu melintasi banjir yang menggenangi kawasan Kampung Melayu Kecil 1, Poncol, Bukit Duri, Jakarta Selatan,Senin (22/10). (Agung Fatma Putra)

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh A Syalaby Ichsan (wartawan Republika)

Lurah Bukit Duri, Muhammad Isa Sarnuri, tengah sibuk,  Selasa (2/11) lalu. Gubernur DKI Jakarta yang baru saja terpilih, Joko Widodo, bakal melakukan kunjungan kerja ke wilayahnya. Sebagai wilayah rentan banjir, Bukit Duri memang menjadi tempat pertama mantan wali kota Solo tersebut untuk melihat persiapan penanggulangan banjir.

Maka, terang saja kalau kantor kelurahan meriah dengan segala pernak-pernik penanggulangan banjir. Dari ambulance, mobil pemadam kebakaran, hingga perahu karet menjadi tontonan warga sekitar. Tidak cuma itu, dua pasang boneka besar berjenis ondel-ondel tampak sumringah menyambut kehadiran Jokowi.

Seperti kunjungan kerjanya belakangan, kehadiran gubernur pecinta musik rock ini mendapat perhatian warga. Tanpa sungkan, Jokowi melayani permintaan warga untuk sekadar salaman dan cium tangan. Bahkan, untuk berfoto ria. Jokowi dan wali kota  Jakarta Timur baru saja meninjau beberapa RT yang menjadi langganan banjir. Termasuk,  RW 12, tempat dimana Tholib tinggal.

Jalur evakuasi sudah disiapkan. Gang-gang sempit itu diberi tanda panah hijau sebagai penanda kemana warga akan pergi ketika banjir melanda. Tidak banyak sambutan gubernur yang baru saja menggantikan Fauzi Bowo itu. Menurutnya, persiapan warga sudah baik dan semoga berjalan sesuai rencana jika banjir benar melanda.

Bukit Duri sudah memiliki sistem pengaman banjir. Isa Sarnuri menyebutnya program early warning system. Lurah bertubuh tambun itu mengklaim sistem tersebut sudah berjalan di wilayahnya saban kali banjir melanda. Sistem tersebut berupa penerusan informasi kepada RW-RW setempat manakala status bendungan Katulampa sudah siaga. Waktu persiapan enam jam hingga duabelas jam. Tergantung dari kedekatan RW dengan bantaran kali.

Oleh karena itu, ujarnya, pihak kelurahan mengajak warga untuk stop buang sampah di kali. Program sosialisasi ini berjalan tiga bulan sekali. Maka, jangan heran jika terdapat beberapa spanduk berseliweran di gang-gang sempit Bukit Duri yang berisi ajakan untuk tidak membuang sampah di kali. Cara lainnya, ujar Isa, terdapat petugas sampah yang bakal menarik sampah warga dalam sekali sepekan.

Setiap RW pun mendapatkan satu gerobak yang dikelola petugas tersebut. Untuk biaya operasional, bisa ditutup oleh iuran warga per bulan. "Tapi kalau ada yang masih buang sampah di kali kita tidak menutup mata," ungkap Isa.

Isa mengklaim tidak ada tempat pembuangan sampah selain TPS resmi Dinas Kebersihan, Jakarta, yang terletak di dekat kantor Kelurahan Bukit Duri. TPS lainnya, ujar Isa, hanya merupakan gundukan sampah. Untuk TPS yang berada di Gg Tujuh, RW 12, Isa menjelaskan sudah pernah diuruk oleh pihak kelurahan beberapa waktu lalu. Akan tetapi, warga sekitar bantaran kali kembali membuang sampah di TPS tersebut.

Isa mengaku sampah menjadi salah satu penyebab banjir. Dalam pemahamannya, sampah yang dibuang warga ke kali akan turut menyumbat pintu air di Manggarai. Sehingga, debit air pun meluap. Penyebab lainnya, terjadi pendangkalan yang disebabkan oleh longsor. Hal ini disebabkan banyak badan kali yang tidak diturab. Dua masalah tersebut akan berakumulasi ketika air kiriman dari Bogor tiba. Maka, warga sendiri yang bakal terkena dampak luapan kali Ciliwung.

Isa mengenang kejadian 2007 silam. Ketika itu, sekitar 700 warga mengungsi di kantor kelurahan akibat banjir besar yang menerjang Jakarta. Banyak warga yang terserang penyakit Ispa hingga diare. Akan tetapi, ujar Isa, banjir besar sudah tidak datang lagi hingga 2011 lalu. Meski ada beberapa rumah yang kemasukan air, ujarnya, kebanyakan warga tidak sampai mengungsi. Pasalnya, banjir hanya mampir sekitar enam jam lalu surut.

Definisi Isa tentang bahaya sampah dikonfirmasi dalam Laporan Bank Dunia. Pada 2008, Bank Dunia membuat penelitian tentang sistem drainase di Jakarta. Salah satunya, Sungai Ciliwung.  Ketika ikut dalam desain sistem drainase ibukota pada 1978 silam, Ciliwung didesain untuk mampu membawa air dengan debit 370 m3/second. Jumlah ini sempat meningkat pada 1997 yakni 570 m3/second.

Tetapi, kemampuan Ciliwung saat ini jauh tergerus. Sejak 2002, sungai yang mengalir ke tiga kotamadya di Jakarta tersebut hanya mampu mengangkut air 100 m3/second. Pilot Projek  Penanggulangan Sampah Laut dan Teluk Jakarta pada tahun  2006 oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta menyebutkan sebagai 'kendaraan' yang ditumpangi air, Ciliwung dan sungai-sungai lain di Jakarta sudah kelebihan muatan.

Laporan tersebut menyebutkan volume sampah yang berhasil dihitung di Muara Japat - Muara Kali Ciliwung - terdapat 31,4 kg sampah per menit. Sebanyak 50,9 persen sampah berbahan plastik. Lainnya, yakni berbahan daun tanaman (20,6 persen),  kayu (12,7 persen), dan bahan lain-lain seperti kaca, steoroform, hingga bahan tekstil.

Sosialisasi jangan buang sampah di kali juga setiap tahun dilakukan. Kepala Sub-Bidang Edukasi Lingkungan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta, Rahmat Bayangkara, tahun depan bakal ada program teguran simpatik kepada warga yang membuang sampah di kali. Teguran simpatik dicoba diperagakan oleh warga Lenteng Agung dan Balekambang saat Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, Fauzi Bowo, memperingati acara sosialisasi stop buang sampah di Kali Ciliwung pada Oktober 2012 lalu.

Dalam peragaan tersebut, warga yang melihat tetangganya membuang sampah di bantaran kali mengambil foto pembuangan sampah dengan telepon seluler. Warga kemudian mencatat identitas pembuang sampah dan menyerahkannya kepada petugas RT atau RW. Kemudian, dokumen tersebut lantas dibawa ke kantor kelurahan. Perilaku terlapor bakal diberkas kemudian diberikan surat teguran simpatik kepada pelaku supaya tidak mengulangi perbuatannya. "Tahun depan upaya seperti ini bakal kita lakukan,"ujar Rahmat.

Sebenarnya, membuang sampah ke bantaran kali sudah diancam pidana. Berdasarkan Perda No 5 tahun 1998 tentang Kebersihan Lingkungan dalam Wilayah DKI Jakarta. Beleid tersebut mengancam warga pembuang sampah di bantaran kali atau dialiran kali dengan sanksi pidana 3 bulan atau denda Rp 5 juta.

Hanya, aturan tinggal aturan. Peliknya masalah tempat sampah ini membuat beleid tersebut hanya menjadi macan kertas. Dalam catatan Rahmat, belum ada satu pun warga yang dihukum pidana akibat membuang sampah ke kali. (Bersambung)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement