Jumat 30 Nov 2012 03:13 WIB

Hanya 62 Persen Rumah Tangga Konsumsi Garam Beriodium

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Dewi Mardiani
Petani memanen garam (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Petani memanen garam (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Baru 62,3 persen rumah tangga di Indonesia yang mengonsumsi garam beriodium. Padahal targetnya 90 persen. Hal itu dikemukakan Kepala Balitbangkes ( Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan) Kementerian Kesehatan, Trihono, pada acara seminar Nasional Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKI), Kamis (29/11). 

''Kita harus kerja keras karena masih kurang 30 persen dari target seharusnya sudah bisa dicapai,''ungkap dia. Angka tersebut diperoleh dari hasil Riset Kesehatan Dasar 2007.

''Rencananya tahun depan riset kesehatan dasar tersebut akan kami ulangi, apakah angkanya lebih baik atau lebih buruk,'' kata dia. Tentu saja, kata Trihono, untuk mencapai 90 persen, bukan hanya bidang kesehatan yang berperan, melainkan justru dari pihak lain seperti petani garam, produsen, dan perindustrian.

Pemasaran dan distribusi garam beriodium juga harus diawasi, kata dia menegaskan. ''Jadi garam yang dipasarkan harus mengandung iodium yang cukup. Di samping itu jangan sampai terlambat untuk mendistribusikan garam beriodium,'' harap dia.

Selanjutnya Trihono mengungkapkan, hanya enam provinsi yang telah mencapai target USI 2010 sebesar 90 persen, yaitu Sumatra Barat, Jambi, Sumatra Selatan, Bangka Belitung, Gorontalo, dan Papua Barat. Sedangkan secara kuantitatif dari 30 Kabupaten/Kota yang dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil hanya 24,5 persen presentasi Rumah Tangga menggunakan garam iodium sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI)  yang berkisar 30-80 ppm KIO3.

Selanjutnya Staf Pusat GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Tjokorda Gde Dalem Pembayun mengungkapkan ada berbagai penyakit akibat gangguan kekurangan iodium diantaranya: gangguan keterbelakangan mental, gondok, hipotiroid, keguguran, lahir mati, kelainan bawaan, kretin endemik, gangguan fungsi mental, dan hambatan perkembangan fisik.

Yang paling parah apabila anak lahir dari ibu hamil yang kekurangan iodium dan berasal dari daerah kekurangan iodium. Apabila hal ini tidak segera ditangani, bisa menyebabkan keterbelakangan mental.

Lebih lanjut Trihono mengatakan yang menjadi kendala untuk mengeliminasi kekurangan iodium adalah pengawasan pada produksi dan pemasaran garam beriodium. Jadi, dia menambahkan, permasalahan garam beriodium tidak semata hanya tanggungjawab Kemenkes, melainkan juga dari Bappenas, Kementerian Perindustrian, Kementerian perdagangan, Kementerian Dalam Negeri serta pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement