REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pertamina sudah menyetop program pembatasan BBM bersubsidinya yang dilakukan sejak 19 November lalu. BUMN itu mengaku secara resmi sudah membatalkan aturan pengendalian itu Ahad (25/11).
Menurut Wakil Presiden Komunikasi Korporat Pertamina, Ali Mundakir, keputusan ini diambil setelah melihat dampak di lapangan. "Di mana telah terjadi antrean panjang di sejumlah kota dan bahkan telah terjadi konflik horisontal dan keresahan masyarakat yg berpotensi menjadi kerawanan sosial yang bisa meluas ke seluruh wilayah," jelasnya, Senin (26/11).
Karenanya, kini Pertamina mengharapkan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan terkait pasokan BBM bersubsidi. Tanpa pengaturan BBM bersubsidi, Ali mengaku, premium dan solar dipastikan tak akan cukup hingga akhir tahun nanti.
"Kemungkinan akan habis 24 Desember atau 26 Desember," katanya. Karenanya, Pertamina berharap BPH Migas, selaku yang lembaga yang mengatur BBM bersubsidi, memiliki perhatian yang sama melihat kondisi tersebut.
Ia mengatakan semua pihak sebaiknya menfokuskan perhatian pada upaya mencari solusi jangka panjang yang lebih tepat. "Dan tidak saling menyalahkan," katanya.
Semula dalam APBN 2012 kuota BBM bersubsidi ditetapkan sebesar 40 juta kl. Namun pada September 2012 kemudian ditambah sebesar 4,04 juta KL menjadi total 44,04 juta kl. Sebesar 43,9 juta kl penyaluran menjadi tanggung jawab Pertamina. Pertamina berhak menyalurkan 27,8 juta kl premium, 14,9 juta kl solar, dan 1,2 juta kl minyak tanah (kerosene).
Hingga 20 November 2012 realisasi penyaluran BBM bersubsidi masing-masing mencapai 24,9 juta kl premium. Sedangkan solar 13,7 juta kl dan minyak tanah 1,1 juta kl. Terjadi over kuota 1,1 persen untuk premium dan empat persen untuk solar. Untuk premium misalnya, berarti hanya ada 3,1 juta kl premium yang bisa disalurkan untuk seluruh provinsi di Indonesia.