Kamis 22 Nov 2012 19:34 WIB

Tantangan JNE Mengikat Konsumen Loyal

Salah satu pelanggan mengirimkan paket via JNE
Foto: Antara
Salah satu pelanggan mengirimkan paket via JNE

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra/Wartawan Republika

Letak geografis Indonesia terdiri kepulauan yang terpisahkan satu dengan lainnya. Hal itu membuat persebaran penduduk Indonesia sangat luas. Meski sebagian besar terkonsentrasi di Jawa, namun 40 persen lainnya tinggal di luar Jawa.

Dengan asumsi jumlah penduduk 240 juta jiwa maka 96 juta penduduk tinggal di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua, serta Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB) dan NTT. Belum lagi areal Jawa juga bisa dikatakan cukup luas.

Apa makna di balik demografi itu? Tidak lain adalah potensi yang layak dijadikan PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) sebagai pasar besar. Menjadi salah satu perusahaan jasa pengiriman barang di dalam dan luar negeri membuat JNE berusaha mengambil ceruk pasar yang ada. Namun tentu mereka harus bersaing dengan perusahaan pesaing guna meraih konsumen.

Kalau dulu orang tahunya cara mengirim dokumen atau barang hanya melalui PT Kantor Pos, sekarang muncul beberapa perusahaan pengiriman barang swasta. JNE yang termasuk di dalamnya tidak bisa dimungkiri dengan cepat melebarkan sayapnya. Jika stigma pengiriman menggunkan Kantor Pos dirasa kurang memuaskan, hal itu bisa menjadi celah bagi JNE untuk semakin menancapkan namanya.

Dapat Dipercaya

Ingat, tren kepercayaan masyarakat pada perusahaan pengiriman barang swasta lebih tinggi daripada Kantor Pos. Banyak konsumen memilih JNE karena anggapan lebih dapat dipercaya dan kiriman tepat waktu sampai tujuan. Banyak individu maupun korporasi lebih memilih jasa pengiriman swasta karena muncul anggapan Kantor Pos kurang dapat diandalkan.

Meski dengan biaya relatif lebih mahal, namun dengan sukarela mereka berani mengeluarkan duit lebih dengan jaminan tepat waktu. Memang untuk saat ini jangkauan pengiriman JNE tidak seluas perusahaan pengiriman milik pemerintah itu yang bisa menjangkau pelosok desa. Namun dari situ dapat dijadikan pelajaran agar peraih Indonesia Brand Champion 2012 ini tidak perlu memaksakan diri menandingi jaringan Kantor Pos.

Kita tahu, untuk pengiriman hingga ke pelosok desa itu secara biaya sangat tidak ekonomis. Biarlah itu menjadi sasaran Kantor Pos. Peran pemerintah di sini sekaligus melayani masyarakat yang tidak di pelosok. Jadi mereka unggul dalam hal jangkauan lebih kepada fungsi pelayanan.

 

JNE sebagai perusahaan swasta tidak dimungkiri pasti tujuan utamanya mencari keuntungan. Dengan begitu mereka bisa menggaji karyawannya dengan layak. Untuk itu, lebih baik JNE berkonsentrasi menggarap pasar di beberapa kota besar saja. Misal targetnya bisa menguasai pasar pengiriman jasa barang di 10 ibu kota provinsi.

Karena di Indonesia perputaran uang masih terkumpul di kota besar. Dengan memanfaatkan kapitalisasi perputaran uang terbesar di Tanah Air maka JNE perlu meningkatkan pelayanan khusus. Tujuannya agar kiriman barang bisa cepat sampai.

Itu lantaran ciri khas masyarakat urban adalah memiliki karakter tidak sabaran. Mereka berani mengeluarkan dana lebih besar dengan jaminan ketepatan waktu. Kalau JNE tidak mampu menjawab permasalahan itu maka sungguh disayangkan. Pastinya rival sejenis bakal mengambil peluang itu. Sehingga jangan sampai muncul banyak keluhan dari masyarakat.

Mengikat Pelanggan

Masalah pengiriman barang ini merupakan salah satu jasa yang membutuhkan ketepatan dan keakuratan. Meleset dari target, bisa membuat pelanggan marah. Jangan sampai terjadi pelanggan marah gara-gara pengiriman barangnya telat. Sangat celaka pula jika sampai mereka menumpahkan unek-uneknya di rubrik surat pembaca media massa.

Saya beberapa kali membaca komplain dari pembaca tentang pelayanan jasa pengiriman barang. Muncul keluhan tentang ketidakberesan pelayanan jasa pengiriman barang merupakan persoalan paling sering dibicarakan. Biasanya, orang yang telanjur mengirim surat pembaca ketika melaporkan keluhannya kurang mendapat jawaban memuaskan.

Parahnya lagi, tidak sedikit yang mendapat perlakukan tidak menyenangkan, seperti laporannya tidak ditanggapi customer service (CS). Jika hal itu benar maka manajemen perlu melakukan perbaikan internal. Mulai sekarang perlu diubah cara melayani konsumen. Misi memberi pengalaman terbaik pada pelanggan secara konsisten harus diaplikasikan, tidak hanya sekadar pajangan.

Jangan sampai menganggap konsumen yang butuh sehingga bisa diperlakukan sekenanya. Jika hal itu terjadi maka banyak orang bisa lari pindah jasa pengiriman. Itu bisa berbahaya. Model masyarakat kita itu mengandalkan promosi dari mulut ke mulut.

Jika pengalaman pertama mengesankan, pada kesempatan kedua mereka pasti menggunakan jasa kiriman yang sama. Kalau puas, pasti ketika ada rekannya yang bertanya bakal merekomendasikan JNE. Begitu seterusnya hingga terbangun citra positif.

Tapi kalau akhir-akhir ini muncul keluhan di surat kabar, itu tidak boleh dianggap enteng. Sekali lagi, keluhan di surat pembaca bisa memunculkan imaje negatif di kalangan pembaca media. Jika hal itu sampai menggoyahkan pendirian mereka maka satu persatu konsumen bisa lepas.

Bayangkan kalau lepasnya itu berasal dari mitra sebuah perusahaan besar. Hal itu bisa menjadi tamparan keras dan menjadi modal pesaing untuk menghancurkan citra JNE. Namun sekali lagi itu adalah konsekuensi buruk. Kita berharap semua itu tidak terjadi. Asalkan tentu saja manajemen JNE mau membuka diri untuk menerima saran dan kritik dari masyarakat.

Kita tahu yang namanya bisnis itu terus bergulir. Kadang kalau sedang berjaya bisa membuat perusahaan lupa diri. Sehingga dibutuhkan supervisi ketat untuk bisa mengamankan agar visi dan misi perusahaan tidak keluar jalur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement