REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR - Harga daging sapi di Bali sebulan terakhir terus naik, bahkan mencapai Rp 85.000 per kilogram untuk daging super, sedangkan daging paha belakang mencapai Rp 75.000 dan paha depan Rp 65.000.
Sejumlah pedagang bakso, pedagang nasi campur, mengeluhkan kenaikan itu, lantaran harus mengeluarkan modal yang lebih banyak, sementara harga jual makanan tidak bisa naik. "Rugi saya mas, kalau harga daging naik terus. Keuntungan semakin tipis," kata Sumarsono, di Denpasar, Kamis (22/11).
Dikatakannya, sebelum Idul Fitri, harga daging sapi mashi berkisar antara Rp 55.000 - Rp 65.000 per kilogram, tapi menjelang Idul Adha naik jadi Rp 72.000 dan kini sudah naik lagi. Tadinya kata Fitri, pedagang nasi campur di Denpasar Barat, dia berharap setelah Iedul Adha harga daging sapi akan turun, tapi justru harga malah naik lagi.
Salah satu jagal sapi di Denpasar yang enggan disebutkan namanya mengatakan, dia menaikkan harga jual daging sapi karena harga beli sapi hidupnya juga sudah tinggi. Sebelum Iedul Adha jelasnya, harga per kilogram daging sapi hidup hanya Rp 26.000, namun kini mencapai Rp 35.000. "Kalau harga belinya sudah tinggi, ya kami tinggal mengikuti saja," katanya.
Dikatakan sumber, tingginya harga daging sapi ternyata tidak diikuti dengan kecukupan ketersediaan sapi di pasar hewan. Karena ternyata di sejumlah pasar hewan yang ada di Bali, khususnya pasar hewan di Beringkit, Kabupaten Badung, sapi yang dijual ukurannya kecil-kecil. Karena suplai sapi kurang, tambah sumber, maka banyak jagal yang terpaksa menyembelih sapi betina agar tetap bisa berjualan.
Sementara itu para pejagal mengatakan, harga daging sapi di Bali bisa menyamai harga daging sapi di Jakarta. Kalau memang demikian, sebutnya, keadaannya lebih baik, karena para pedagang sapi tidak akan mengirim sapi Bali keluar dan otomatis pasokan akan meningkat.