REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Prof Nanat Fatah Natsir mempertanyakan pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad terkait Wakil Presiden Boediono.
"Ketua KPK menyatakan tidak memiliki kewenangan memeriksa Wakil Presiden Boediono. Apa memang begitu?," kata Nanat Fatah Natsir melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Rabu (21/11).
Mantan Rektor UIN Bandung itu mengatakan semua orang sama kedudukannya di hadapan hukum, sehingga tidak ada perbedaan antara wakil presiden dan warga biasa.
Jika Abraham menyatakan tidak berwenang memeriksa Boediono karena yang bersangkutan seorang Wakil Presiden, Nanat mengatakan berarti KPK telah bersikap diskriminatif.
"KPK seharusnya tetap bisa memeriksa Boediono dalam kapasitasnya sebagai mantan Gubernur Bank Indonesia, bukan sebagai Wakil Presiden," ujarnya.
Nanat sependapat dengan pernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD yang menyatakan KPK tetap bisa memeriksa Boediono sebagai mantan Gubernur Bank Indonesia, bukan sebagai Wakil Presiden.
Pada rapat dengan timwas Selasa (20/11), anggota Timwas Bank Century Akbar Faisal, mempertanyakan alasan KPK tidak turut menyelidiki Boediono yang pada masa pengucuran FPJP menjabat sebagai gubernur Bank Indonesia.
Menanggapi soal itu, Ketua KPK Abraham Samad menyatakan KPK mengacu pada teori konstitusi yang menyebutkan bila presiden dan wapres terjerat kasus hukum, maka penyelidikan dilakukan DPR. Abraham Samad mengatakan lembaga antikorupsi, tidak berwenang melakukan penyelidikan terhadap warga negara istimewa dan menyerahkannya pada DPR.
"Dalam teori konstitusi dan hukum konstitusi, pakar konstitusi menyatakan bahwa ada yang disebut sebagai warga negara istimewa yaitu presiden dan wakil presiden. Kalau mereka melakukan pidana maka yang akan melakukan penyelidikan adalah DPR, jadi KPK tidak punya kewenangan," sebut Abraham.