Senin 19 Nov 2012 16:57 WIB

Pak De Karwo Dilema Tetapkan UMK Jatim

Rep: Amri Amrullah/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
 Sejumlah buruh membentangkan spanduk ketika berunjuk rasa menuntut revisi dan penyesuaian upah minimum kabupaten/kota (UMK).
Foto: Antara/R Rekotomo
Sejumlah buruh membentangkan spanduk ketika berunjuk rasa menuntut revisi dan penyesuaian upah minimum kabupaten/kota (UMK).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA--Gubernur Jawa Timur (Jatim) Soekarwo mengalami dilema dalam menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Jawa Timur. Ini terlihat dari UMK 38 Kaupaten/Kota di Jatim yang tak kunjung tak disahkan, sesaat setelah rapat pembahasan akhir UMK di kantor Gubernur Jatim, Senin (19/11).

Padahal sesuai dengan yang sudah diagendakan Senin seharusnya pembahasan akhir UMK telah selesai dan akan segera disahkan. Namun pembahasan UMK yang melibatkan 38 kepala pemerintahan Kabupaten/Kota atau yang mewakili, bersama Dewan Pengupahan ini masih menunggu penjelasan dan pernyataan resmi dari Menteri Tanaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar, terkait UMK plus.

Gubernur Jatim yang juga akrab disapa Pakde Karwo usai pertemuan mengatakan, hasil penetapan UMK Jatim masih menunggu peryataan resmi Menakertrans terkait apa yang dimaksud dengan KHL plus. Menakertrans sendiri meminta UMK sesuai dengan KHL plus, dimana UMK harus lebih besar 150 persen dari KHL.

"Pemprov tidak bisa menetapkan UMK ini tanpa mendapatkan kejelasan dari penyataan KHL plus tersebut, karena kami bagian dari pemerintah pusat," terangnya kepada rekan wartawan, Senin (19/11).

Pakde Karwo mengutarakan, sebenarnya draft UMK sebelumnya dimana tertinggi untuk Surabaya sebesar Rp 1567.000 sudah cukup realistis. Namun karena ada gelombang permintaan Buruh dari dampak pengesahan UMK Jakarta yang Rp 2,2 juta atau 150 persen diatas KHL. Sehingga Buruh di Jatim pun menuntut hal yang serupa seperti yang diterapkan di Jakarta.

"Sebenarnya usulan UMK tertinggi Rp 1,5 juta kemarin sudah hampir disepakati Buruh, hanya pengusaha belum mau. Tapi dengan gelombang permintaan UMK Rp 2,2 juta seperti Jakarta itu, akhirnya pengusaha memilih sepakat UMK tertinggi Rp 1,5 juta," ucapnya.

Ia melihat tidak bisa juga apabila Menakertrans memaksakan UMK lebih tinggi 150 persen dari KHL. Karena apabila itu dipaksakan dan pengusaha tidak bisa membayar maka akibatnya lebih berahaya, banyak perusahaan yang tutup. "Jadi kan seharusnya ada titik temu dan saling pengertian untuk menetapkan UMK," imbuhnya.

Sebenarnya, tambah dia, angka Rp 1,5 itu sekarang sudah disepakati pengusaha, karena itu ada baiknya ia meminta kepada Buruh agar tidak memaksa penetapan UMK harus mirip layaknya Jakarta. Namun demikian ia belum ada angka UMK yang ditawarkan Pemprov kepada Buruh dan Pengusaha sebagai jalan tengah.

Menunggunya penjelasan Kemenakertrans terkait penjelasan UMK diatas 150 persen KHL ini kembali membuat penetapan UMK Jatim 2013 mundur. Namun Pakde Karwo memastikan UMK 2013 sudah diputuskan tidak sampai tenggat waktu yang telah ditentukan, Rabu (21/11) mendatang. "Kita usahakan terakhir keputusan 21 November lusa, dan kita berdoa semoga penjelasan Kemenakertrans pun tidak molor," tukasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement