Jumat 16 Nov 2012 19:10 WIB

'BUMN Jadi Mesin ATM Parpol Fenomena Lama'

Rep: Mansyur faqih/ Red: Djibril Muhammad
Peneliti Ilmu Politik LIPI Syamsuddin Haris
Peneliti Ilmu Politik LIPI Syamsuddin Haris

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik LIPI, Syamsudin Harris mengatakan, apa yang disampaikan Menteri BUMN, Dahlan Iskan mengenai adanya anggota DPR yang memeras BUMN bukan fenomena yang baru. Tak hanya itu, fenomena tersebut pun kerap terjadi di kementerian yang diduduki kader partai politik. 

Jadi kader-kader itu menggunakan kementerian yang dibawahinya untuk mencari dana untuk menghidupi partainya. "Kalau itu bukan kemungkinan lagi. Tapi memang selama ini begitu yang berlangsung. Tanpa disampaikan Dahlan, fenomenanya sudah lama seperti itu," katanya ketika dihubungi, Jumat (16/11).

Pasalnya, jelas dia, setiap jabatan publik, apalagi menteri, memang menjadi sumber utama pendanaan partai. Ia menyebutnya sebagai 'mesin ATM' untuk partai politik. Penyebabnya, kata Syamsudin, karena sistem akuntabilitas keuangan partai politik, khususnya dalam pelaksanaan pemilu, itu sangat lemah. 

"Alasan kedua, partai tidak memiliki sumber dana yang memadai di luar subsidi dari negara yang kecil sebetulnya. Ketiga, ini akibat sistem politik kita yang tidak transparan soal akuntabilitas dan pertanggungjawaban keuangan partai," tambah dia. 

Hal ini pun sulit diatasi untuk rentang jangka pendek. Pasalnya, tak ada aturan main yang betul-betul bisa membatasi penggunaan kekuasaan kader partai yang duduk di pemerintahan. Makanya, ucap dia, yang bisa dilakukan hanya mengandalkan sikap proaktif para penegak hukum. Apakah itu Kejaksaan, Kepolisian, atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika ada indikasi terkait masalah itu. 

"Soal Dahlan juga, seharusnya dia langsung saja ke penegak hukum, ke polisi atau KPK. Sebab yang begitu-begitu, walaupun saya katakan sudah berlangsung lama, tapi pembuktiannya sulit. Hampir belum ada," cetus Syamsudin. 

Jalan keluar untuk masalah itu pun menjadi dilema. Pasalnya, UU Pemilu dan UU Partai Politik bisa menjadi alat yang efektif untuk mengatasinya. Namun, di dalam kedua undang-undang itu justru pengaturan pertanggungjawaban keuangan parpol malah menjadi substansi dan materi yang paling lemah. Ini lantaran memang didesain seperti itu agar mudah disiasati dan mudah disalahgunakan. 

"UU Pemilu sudah jadi, UU Partai Politik juga sudah jadi. Makanya, ini jadi dilema. Satu hal lagi, kalau konteksnya menteri, kasus seperti ini merupakan by produk atau konsekuensi logis dari kabinet yang bersifat politik. Kabinet yang basisnya partai politik. Jadi hasilnya seperti itu. Akan lebih baik kalau kabinetnya itu berisi orang yang profesional di bidangnya," pungkas dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement