REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa keberadaan BP Migas bertentangan dengan konstitusi ditanggapi enteng Kepala BP Migas, R. Priyono. Menurut Priyono, keberadaan BP Migas merupakan amanat reformasi yang diatur dalam UU Migas nomor 20 tahun 2001.
"Kalau mau dikembalikan ke sebelum reformasi, ya silahkan saja," kata Priyono kepada wartawan, Selasa (13/11), di kompleks MPR/DPR, Senayan Jakarta.
Keputusan MK bisa berdampak terhadap berbagai kontrak karya asing di sektor tambang. Priyono menyatakan investasi di sektor migas bisa dianggap tidak sah alias illegal. "Dampaknya kontrak yang sudah ditandatangani BP Migas menjadi tidak legal," imbuh Priyono.
Saat ditanya siapa pihak yang dapat mengganti posisi BP Migas dalam berbagai kotrak tambang, Priyono menyatakan tidak tahu. Kepada wartawan Priyono mempersilahkan pertanyaan itu diajukan ke Menteri ESDM, Jero Wacik.
Di tempat yang sama Jero Wacik mengaku belum membaca secara menyeluruh keputusan MK soal BP Migas. Jero mengatkan pemerintah belum bisa mengambil langkah terkait keputusan MK.
Sementara waktu pemerintah akan mempertimbangkan berbagai investasi di sektor migas yang menambah keuangan negara. "Kami harus mengkaji semua kemungkinan untuk kepentingan negara. Kami tidak mau buru-buru berspekulasi," kata Jero.