REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memasuki musim penghujan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah memetakan kawasan yang masuk dalam siaga banjir. Kawasan tersebut merupakan wilayah berpotensi banjir hasil prediksi untuk tahun ini. Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB, Sugeng Triutomo, mengatakan ada delapan titik khusus perhatian.
Kawasan tersebut adalah DKI Jakarta, Kali Bengawan Solo, banjir lahar dingin (Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta), Daerah Jratunseluna (Jawa Tengah),banjir lahar dingin Semeru (Jawa Timur), Sungai Citarum (Jawa Barat), Gunung Bawakaraeng (Sulawesi Selatan), dan Kawah Gunung Ijen (Jawa Timur).
"Berkaca dari pengalaman tahun lalu, wilayah-wilayah ini patut menjadi perhatian khusus," ujarnya saat ditemui di Kantor BNPB, Jakarta, Selasa (13/11).
Kesiapsiagaan, kata Sugeng, selalu dilakukan dua periode setiap tahunnya. Pertama, kesiapsiagaan dalam musim penghujan terhadap bencana banjir dan longsor. Kedua, kesiapsiagaan saat musim kemarau untuk menghadapi bencana kekeringan dan kebakaran hutan.
Bencana banjir dan longsor akan memuncak mulai Desember hingga Januari. Sugeng menyebut berdasarkan prediksi Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), pada Desember, provinsi yang berpotensi banjir tinggi yakni Jawa Tengah dan Sulawesi Tengah. Sementara pada Januari 2013 yaitu Sulawesi Selatan.
Berdasarkan prediksi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menyebutkan pada November ini, Provinsi Bangka Belitung, Bengkulu, Jambi, Banten Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Gorontalo dan Kalimantan Selatan berpotensi mengalami longsor. "Terutama di daerah dataran tinggi yang mempunyai tingkat kecuraman lereng tajam," ucap Sugeng.
Untuk itu, BNPB melakukan strategi menghadapi ancaman bencana yang terjadi. Langkah pertama, dilakukan dengan berkoordinasi antar kementerian/lembaga yang berkaitan dengan penanggulangan bencana, misalnya Kementerian Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Kemenkokesra), Kementerian Sosial, Badan Search and Rescue Nasional (BASARNAS), hingga Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Langkah kedua, yakni dengan mensosialisasikan koordinasi tersebut. Sosialisasi ini dilakukan pada tingkat pusat dan daerah potensial berisiko banjir dan longsor.
Langkah ketiga, dengan perencanaan koontinjensi. "Penyusunan rencana aksi terpadu nasional diikuti oleh penyusunan rencana kontijensi yang lebih rinci," kata Sugeng. Langkah selanjutnya yang dilakukan dengan pelatihan dan simulasi bencana untuk melatih kesiapsiagaan dan kemampuan aparat dan masyarakat.