REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta, 12/11 (ANTARA) - Migrant Care mendesak pemerintah memantau penanganan kasus TKW asal Batang, Jawa Tengah, yang diperkosa oleh tiga polisi Malaysia, Jumat (9/11), apalagi Malaysia sudah membentuk tim khusus untuk menangani kasus tersebut.
"Pemerintah harus terus memantau kasus tersebut dengan memberikan perubahan mendasar terhadap TKI serta mengurangi peran swasta dalam Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI), sehingga TKI merupakan pelayanan publik bukan untuk dijadikan kepentingan bisnis semata," kata Analis Kebijakan Migrant Care, Wahyu Susilo pada ANTARA di Jakarta, Senin (12/11).
Kronologi kasus TKW tersebut bermula saat identitas korban diperiksa oleh polisi Malaysia. Namun, TKW tersebut hanya menunjukkan fotokopi paspor, bukan paspor asli. Polisi menduga korban sebagai TKW ilegal, sehingga korban dibawa ke pos polisi di Pulau Pinang Malaysia.
Di pos polisi tersebut, korban diperkosa oleh tiga polisi, yaitu Nik Sin Matlazim (33), Syahiran Ramli (21) dan Remy Anak Dana (25). Kini pelaku mendapat hukuman pemberhentian kerja sementara dari pihak kepolisian Malaysia, selama menunggu sidang pertama pada 16 November mendatang.
Dalam kurun waktu satu tahun terakhir, terdapat 16 TKI yang ditembak mati tanpa menggunakan prosedur yang berlaku dengan total 151 TKI dalam waktu lima tahun terakhir (2007-). Untuk mengurangi angka tersebut para calon TKW diharapkan memiliki kesiapan kerja, kata Wahyu.
Migrant Care berharap agar pemerintah tegas menangani kasus-kasus yang menimpa TKI, terutama untuk kasus pemerkosaan ini agar pelaku bisa dijerat dengan menggunakan mekanisme diplomasi regional dan internasional. Tak hanya diperlukan penanganan hukum, tapi juga perlu pemulihan kondisi psikologis korban dan perlindungan kepada keluarga korban di Batang.
Saat ini pemerintah telah membuat program penanganan darurat dan layanan shelter pada korban serta meminta informasi kejelasan dan penyelesaian kasus tersebut dari pihak kepolisian Malaysia. "Pemerintah juga harus memantau PJTKI yang banyak berdiri, agar tidak asal-asalan mengirim TKI ke luar. Para TKI perlu memiliki ketrampilan khusus agar kasus seperti ini tidak terulang kembali," kata Wahyu.