Senin 12 Nov 2012 18:45 WIB

Pemerintah Bahas Status Pengungsi Rohingya,

Bersama para pengungsi Rohingya di Banten
Foto: KAMMI
Bersama para pengungsi Rohingya di Banten

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA--Pemerintah RI sedang berupaya menentukan status pengungsi Rohingya, Myanmar yang berada di Indonesia pascakonflik antaretnis di negara mereka.

"Sekarang kita kerja sama dengan IOM dan UNHCR sedang menentukan status mereka apa repatriasi, resettlement, atau reintegrasi," kata Dirjen Hubungan Multilateral Kementerian Luar Negeri Hasan Kleib di Nusa Dua, Bali, Senin. (12/11).

Menurut dia saat ini pemerintah masih membahas proses pengungsi Rohingya itu dengan badan PBB yang menangani masalah pengungsi yakni UNHCR dan Organisasi Migran Internasional (IOM).

Dia mengatakan bahwa saat ini sekitar 400 orang pengungsi dari Rohingya berada di beberapa daerah di Tanah Air, salah satunya di Medan, Sumatera Utara.

Hasan mengatakan bahwa dari tiga proses tersebut yang paling memungkinkan yakni diarahkan ke negara ketiga atau "resettlement", karena opsi repatriasi dan reintegrasi dinilai cukup sulit bagi pengungsi itu. "Kemungkinan besar mereka ke negara ketiga," ujarnya.

Repatriasi, menurut Hasan, mengharuskan para pengungsi tersebut kembali ke negaranya secara sukarela. Padahal negara yang dijuluki "The Golden Land" itu tidak mengakui para pengungsi sebagai warga negaranya atau tak memiliki kewarganegaraan yang biasa dikenal "stateless".

"Kalau pengungsi Rohingya itu tidak diakui oleh Myanmar, itu yang mempersulit juga," ungkap Hasan.

Negara ketiga yang memiliki kebijakan menerima kondisi tersebut di antaranya Australia, Kanada, dan Selandia Baru. Meski negara ketiga tersebut memiliki kebijakan, namun menurut Hasan, negara tersebut memerlukan beberapa pertimbangan untuk menerima para pengungsi.

"Negara ketiga itu tidak bisa langsung menerima mereka. Dia harus menentukan dulu siapa mereka, dari mana, kenapa tidak mau pulang, konsekuensi logis, finansial, dan itu kompleks sekali," ujar Hasan.

Pemerintah Indonesia, lanjut Hasan, telah meminta Pemerintah Myanmar untuk memasukkan isu tersebut sebagai bagian dari proses reformasi dan demokratisasi di negara itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement