Kamis 08 Nov 2012 07:15 WIB

KH Imam Subakir: Saya Ikhlas (Bagian III)

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Fernan Rahadi
K.H Imam Subakir Ahmad
Foto: istimewa
K.H Imam Subakir Ahmad

REPUBLIKA.CO.ID, Bagi Mahasiswa ISID, sosok KH Imam Subakir pasti tidak asing. Semasa hidupnya, jika adzan berkumandang, dia pasti berjalan perlahan dari rumahnya yang tepat berada di samping asrama mahasiswa menuju Masjid Jami' ISID.

Hampir setiap shalat lima waktu dia selalu ke masjid. Dia menjadi imam, memimpin shalat berjama'ah yang diikuti ratusan mahasiswa ISID.

Setiap selesai Shalat Maghrib berjama'ah, almarhum selalu meluangkan waktu menyampaikan ceramah mulai 15 hingga 30 menit. Bukan ceramah berbahasa Indonesia, melainkan Bahasa Arab. Dan itu didengarkan seluruh mahasiswa dan dosen yang sebelumnya ikut menunaikan Shalat Maghrib berjama'ah.

Ceramah berkaitan dengan ideologi dunia yang berkembang. Dia mengkritik Marxisme yang dinilainya anti Tuhan. Dia menilai klaim Marx bahwa Agama sebagai candu masyarakat adalah keliru.

Agama diposisikannya sebagai pandangan hidup. Ketika beragama maka pandangan seseorang terhadap apapun akan berlandaskan agama.

Naluri seseorang akan diwarnai agama. Ketika melihat sebuah kemungkaran maka nalurinya bekerja untuk membenahi kemungkaran. "Kemungkaran selalu ada, tapi harus dihilangkan sesuai kemampuan," begitu pesannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement