Kamis 08 Nov 2012 07:00 WIB

KH Imam Subakir: Saya Ikhlas (Bagian II)

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Fernan Rahadi
K.H Imam Subakir Ahmad
Foto: istimewa
K.H Imam Subakir Ahmad

REPUBLIKA.CO.ID, Usai menamatkan pendidikan di PMDG tahun 1956, KH Imam Subakir melanjutkan studi ke beberapa Perguruan Tinggi di Timur Tengah, yakni di Universitas Darul Ulum, Universitas ‘Ainu Syam hingga Institut of Islamic Studies yang ketiganya berlokasi di Kairo, Mesir.

Di saat kuliah, guru KMI yang lebih akrab dipanggil Ustadz Subakir ini bergerak di Himpunan Mahasiswa dan Pelajar (HPPI) Kairo pada tahun 1962.

Usai menyelesaikan pendidikannya, Ustadz Subakir langsung kembali ke Gontor dan turut berjuang langsung bersama Pendiri Gontor untuk melaksanakan salah satu amanat Piagam Wakaf Gontor, yakni mendirikan Perguruan Tinggi Islami.

Berkat kerja kerasnya bersama beberapa guru lainnya, ISID lahir dengan nama Perguruan Tinggi Darussalam (PTD) pada tahun 1963. Pada 1972 PTD berganti nama menjadi Institut Pendidikan Darussalam (IPD), kemudian bertransformasi menjadi ISID pada 1996 hingga sekarang.

Anggota Komisi II DPR dari PDIP, Zainun Ahmadi, adalah mantan murid KH Imam Subakir. Dia menceritakan kalau almarhum sudah mengajar maka dipastikan semua murid akan memperhatikannya.

Tubuhnya tinggi hampir dua meter. Berbadan tegap. Almarhum berbicara Bahasa Arab dengan fasih. "Itu wajar, karena beliau lama belajar di Mesir," jelas Zainun.

Dia menyatakan santri-santri Gontor sangat menyegani sosok almarhum. KH Imam Subakir dikenal memiliki pengetahuan keislaman yang kuat. Dia menguasai dirasah islamiyah, terutama yang berkaitan dengan sejarah Islam secara umum.

"Beliau kalau mengajar selalu menggunakan Bahasa Arab, tidak pernah berbahasa Indonesia," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement