REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ribuan Warga Negara Indonesia (WNI) menjadi pengungsi di Timur Tengah akibat Arab Spring. Peneliti Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Tri Nuke Pudjiastuti, mengatakan masih banyak WNI terutama TKI yang menjadi pengungsi di Arab. Jumlahnya tak pasti, namun Tri mengatakan sekitar ribuan.
"Angka berubah terus, tapi ngecek data terakhir jumlahnya ribuan, baik siswa maupun tenaga kerja," ujarnya di gedung LIPI, kemarin. Menurut Tri, pengungsi WNI sulit diatasi di Suriah yang hingga kini masih bergolak. Padahal, banyak WNI lari ke Suriah saat negara-negara Timur Tengah lain mengalami pergolakan Arab Spring.
"Waktu Arab Spring awal, mereka lari ke Suriah. Tapi sekarang justru Suriah yang bergolak. Belum terlihat ada upaya signifikan dari pemerintah," tuturnya. Di Suriah, tak ada yang memfasilitasi WNI untuk keluar sehingga sangat menyulitkan bahkan sejak pendataan evakuasi.
Tri mengatakan, persoalan tersebut terus saja menggantung sejak dulu. Pasalnya, Indonesia tak memiliki aturan evakuasi WNI dari bencana dan konflik di luar negeri. "Kita gak punya SOP untuk bencana di luar negeri. Harusnya ada. SOP yakni aturan mekanisme yang dikembangkan bagaimana prosedur mengatasi bencana alam atau politik di luar negeri," kata Tri.
Direktur Kerja Sama Luar Negeri Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Hermono, mengatakan pemerintah selama ini tak memiliki data akurat berapa jumlah WNI di luar negeri, khususnya TKI yang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga. Sehingga, dalam upaya perlindungan sangat sulit dilakukan.
"Sekarang kalau saya tanya, berapa jumlah TKI atau WNI di Suriah? Tak ada data, bahkan Kemenlu pun tidak tahu. Berapa jumlah yang dievakuasi tidak tahu, sehingga menyulitkan," ujarnya.
Masalah pendataan tersebut, kata Hermono, berasal dari tidak patuhnya pendataan di kedutaan. Menurutnya, Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) seharusnya melakukan pendataan tersebut.
Plh Direktur Timur Tengah Kementerian Luar Negeri, Ratu Silvy Gayatri, mengatakan pendataan warga negara di luar negeri bukanlah menjadi masalah Indonesia saja melainkan hampir seluruh negara memiliki masalah yang sama.
Pasalnya, kata dia, banyak penyebab sulitnya melakukan pendataan diantaranya karena mereka keluar negeri dengan cara ilegal. "Ilegal jadi takut ke mendaftar ke KBRI. Kemampuan kita memang terbatas apalagi di Timur Tengah," ujarnya.