Selasa 30 Oct 2012 23:30 WIB

Kedubes RI: Majikan Perjualbelikan PRT Bisa Jadi Modus Baru

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: Djibril Muhammad
Iklan 'TKI on Sale' di Malaysia.
Foto: IST
Iklan 'TKI on Sale' di Malaysia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Iklan 'TKI On Sale' membuat hubungan antara Indonesia dan Malaysia kembali memanas. Dalam iklan tersebut, pemilik iklan yaitu Smart Labour Services Sdn Bhd menjual pembantu rumah tangga (PRT) asal Indonesia dan bahkan memberikan discount atau potongan harga sebesar 40 persen.

Minister Counselor Penerangan Sosial dan Budaya (Pensosbud) Kedutaan Besar Indonesia di Kuala Lumpur, Suryana Sastradiredja mengatakan kasus ini merupakan yang pertama kalinya terjadi di Malaysia. Ia juga menduga ada sindikat dengan modus memperjualbelikan PRT antar majikan.

"Sindikat mah banyak, (perjualbelian PRT antar Majikan) itu juga bisa terjadi kalau dilakukan bukan dengan jalan yang legal," kata Suryana Sastradiredja yang dihubungi Republika, Selasa (30/10).

Suryana tidak menampik dengan adanya iklan ini dapat menjadi modus dalam memperjualbelikan PRT yang dilakukan majikan untuk meraih keuntungan. Apalagi dalam iklan tersebut ada iming-iming potongan harga dalam menawarkan PRT asal Indonesia.

Ia memaparkan PRT asal Indonesia kerap mendapatkan penipuan dari majikan terkait jumlah gaji yang ditawarkan. Ia mencontohkan, misalnya majikan menawarkan gaji sebesar 7.500 Ringgit Malaysia tiap bulan, namun ternyata hanya digaji sebesar 700 Ringgit Malaysia.

Saat ini, pihak pemerintah Malaysia melalui kepolisian Malaysia sedang melakukan investigasi terkait penayangan iklan tersebut. Pertemuan antara Menteri Luar Negeri dan Duta Besar dari kedua negara juga sudah dilakukan karena dianggap melanggar persetujuan antara Malaysia dengan Indonesia terkait Protokol 2011.

Namun begitu, ia menjamin dengan adanya kasus iklan ini tidak akan mengganggu Protokol 2011 karena dilakukan individu atau orang per orang. Lain halnya jika dilakukan Pemerintah Malaysia secara resmi, maka akan bermasalah.

"Kita selalu butuh laporan dari warga negara Indonesia (WNI) di Malaysia yang memang mendapatkan masalah di sini (Malaysia). Karena kita kan tidak bisa memelototi iklan-iklan seperti itu satu per satu," jelasnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement