Ahad 28 Oct 2012 08:51 WIB

'Jika Tanpa Pemuda, Mustahil Indonesia ini Merdeka'

Bendera Merah Putih berkibar di atas bukit Kampung Jiginikeme, Distrik Mulia, Puncak Jaya, Papua.
Foto: Republika Online/Chairul Akhmad
Bendera Merah Putih berkibar di atas bukit Kampung Jiginikeme, Distrik Mulia, Puncak Jaya, Papua.

Masa muda adalah masa yang penuh dengan harapan, sarat akan cita – cita dan penuh dengan romantika kehidupan yang sangat indah. Keindahan masa muda dihiasi bentuk fisik yang sangat kuat, pemikiran yang cermat dan sejuta harapan digantungkan padanya. Karena itu, pantas jika pemuda merupakan salah satu penentu maju atau mundurnya suatu negara. Sebab, terbukti sejak dulu kala, sekarang dan yang akan datang sesuai dengan fitrahnya pemuda merupakan tulang punggung negara, penerus estafet perjuangan terhadap bangsanya.

Sejarah mencatat dalam perjalanan bangsa Indonesia yang sangat panjang, serta penuh dengan tekanan dan himpitan yang beraneka corak dan ragamnya. Selama berabad–abad dijajah dan ditindas oleh kaum kolonial, muncullah peran pemuda baik pada masa kebangkitan nasional hingga menjelang detik–detik proklamasi. Berbagai bendera kepemudaan lahir dan menggulir, bahkan mengusir para penjajah dengan berbagai oraganisai seperti persatuan pelajar STOVIA, Tri Koro Dharmo, Jong Islamiten Bond, Budi Utomo dan masih banyak yang lainya sampai tercetuslah Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.

Para pemuda pun turut andil dalam memerdekakan negara ini. Mereka semua menjadi "The Grand Old Man", istilah Bung Karno The Founding Father pendiri, dan penggerak yang mampu merebut kemerdekaan. Jika tanpa pemuda, mustahil Indonesia ini merdeka. Demikian ungkapan kekaguman Bung karno terhadap generasi muda yang diabadikan oleh sejarah perjuangan bangsa.

Di era revolusi kemerdekaaan, para pemuda siap mengangkat senjata, siap membawa bambu runcing, siap mengorbankan jiwa, raga dan nyawa asal negara dapat dimerdekakan. Karena kemerdekaan yang dirasakan sekarang ini, bukan hadiah dari Belanda. Bukan kado dari Jepang. Bukan turun begitu saja laksana turunnya embun di waktu malam. Bukan ketebelece dari PBB. Bukan terwujud dengan hanya membalikkan kedua belah telapak tangan. Namun, ditegakkan di atas untaian air mata, isak tangis genangan darah, cucuran keringat serta pekik getir perjuangan para pemuda pendahulu, yang  terkadang mereka gugur di medan laga dengan tidak sempat merasakan nikmatnya kemerdekaan.

Itulah sekilas catatan sejarah pemuda pendahulu yang telah berkorban demi bangsanya. Oleh sebab itu, kita sepakat para pemuda yang baik ialah para pemuda yang bukan hanya memakan, merasakan, menyantap hasil jasa orang lain. Tapi, pemuda yang baik adalah yang pandai menanam jasa untuk orang lain, untuk umat seribu tahun yang akan datang. Hal ini seirama dengan ungkapan Jhon Fritzegerald Kennedy, "Don’t  ask what your country can do for you, but ask what you can do for your country (jangan tanyakan apa yang telah negara berikan kepadamu, bertanyalah apa yang telah kamu berikan untuk negaramu".

Seorang pujangga berkebangsaan Lebanon yakni Kholil Gibran, mengungkapkan kekagumannya terhadap generasi muda. Dalam bahasa Lebanonnya, beliau mengungkapkan "Kahapapila katala sia haho (demi kemajuannya suatu bangsa dibutuhkan generasi muda)".

Hal ini sesuai dengan Konferensi terbesar yang diadakan oleh PBB pada tahun 1990, yang dihadiri oleh para pembesar sedunia, termasuk Michael Gorbachev, Margharet Thatcher, George Bush dan para pembesar lainnya. Agenda yang mereka bahas adalah dunia anak–anak dan remaja. Bukankah industri, ekonomi, teknologi, dan senjata kimia berbahaya apabila tidak diarahkan? Namun, lebih bahaya bila anak–anak, remaja dan para pemuda tidak dibina, dididik dan diisi dengan nilai-nilai agama.

Hal ini menunjukkan, betapa pentingnya peran pemuda terhadap dunia ini. Oleh karena itu, Syekh Mustafa al-Gulayaini, seorang pujangga Mesir, mengatakan sesungguhnya pada tangan–tangan pemudalah urusan umat, dan pada kaki–kaki merekalah terdapat kehidupan umat.

Dalam mengemban misi tersebut, semua pihak dituntut untuk mengadakan kaderisasi sejak dini. Dengan kata lain, harus diadakan pembinaan generasi muda yang mengikut sertakan berbagai unsur. Pertama, keluarga sebagai sekolah yang paling utama dan pertama dengan figur sentral seorang ayah, dan ibu yang siap memberikan keteladanannya bagi anak–anaknya. Kedua, lingkungan sekolah yang representatif dan memadai terhadap minat dan bakat peserta didik. Ketiga, lingkungan masyarakat yang baik sehingga generasi muda terhindar dari pergaulan yang tidak baik. 

Selain itu, melihat sejarah kepemudaan yang tidak terlepas dari organisasi-organisasi kepemudaan yang ikut serta memerdekakan negara ini. Selayaknya dan sepantasnya, para pemuda saat ini ikut dalam organisasi organisasi kepemudaan, baik itu Karang Taruna, Ikatan Pengusaha Muda Indonesia, KNPI, IRMA, BEM, UKM, PMII dan lain sebagainya.

Semua organisasi tersebut sangat baik untuk diikuti sebagai ajang menyalurkan kreativitas, dalam rangka ikut serta mengisi kemerdekaan. Selain itu, setidaknya ada lima olah yang harus dilakukan oleh generasi muda sebagai generasi penerus bangsa, yakni "olah rasa" agar iman melekat, "olah rasio" agar ilmu meningkat, "olah raga" agar badan sehat, "olah usaha" agar ekonomi kuat dan "olah kinerja" agar produktivitas meningkat.

Bila hal ini telah diaplikasikan oleh generasi muda, maka akan melahirkan ratusan bahkan ribuan para pemuda idaman, kreatif, inovatif, progresif, aktif dan produktif. Mereka pun mampu mengangkat harkat, derajat, dan martabat bangsa di mata dunia sebagai pelanjut cerita bangsa dan penerus sejarah. Hilang satu tumbuh seribu, esa hilang dua terbilang.

Ano Suharna

STAISMAN Pandeglang

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement