REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menanggapi pemanggilan oleh DPR dan akan ada pemanggilan paksa oleh DPR, Dahlan mengatakan tidak menjadi soal. Ia tidak merasa merugikan negara saat menjabat Dirut PLN.
"Terserah DPR saja, tidak jadi menteripun tidak masalah, Alhamdulillah. Saya ini ditunjuk sebagai menteri Alhamdulillah, tidak ditunjuk sebagai menteri pun Alhamdulillah. Tidak hanya itu, saya sakit Alhamdulillah, mati Alhamdulillah dan hidup pun Alhamdulillah," katanya di Jambi, Rabu (24/10).
Menanggapi hasil audit BPK terkait dugaan kerugian negara sebesar Rp37 triliun di PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) saat dirinya menjabat Direktur Utama, Dahlan menerangkan, waktu itu PLN dijanjikan akan dipasok gas sebagai pengganti BBM untuk pembangkit listrik sebanyak 200 MM sebagai langkah penghematan, dan sudah disahkan oleh DPR.
Namun katanya, hingga tahun 2011, gas yang dijanjikan tidak datang, sementara PLN tidak memiliki gas maka rencana tersebut gagal dilakukan.
Dalam situasi itu, kata Dahlan, hanya ada dua pilihan yang dapat dilakukan dalam menghadapi persoalan itu, yakni listrik di Jakarta padam selama 6-8 bulan, atau tetap menggunakan BBM, dan pilihan kedua-lah yang dilakukan.
"Tahun itu, PLN dijanjikan akan didatangkan gas sebanyak 200 MM pengganti BBM pembangkit listrik, namun hingga 2011, gas yang dijanjikan tidak juga datang. Jadi bukan gas milik PLN, PLN tidak punya gas, gas itu milik swasta. Nah, dalam situasi itu, hanya ada dua pilihan, listrik di Jakarta padam selama 6-8 bulan atau tetap menggunakan BBM," katanya.
Menurut dia, karena tidak jadi pakai gas, maka rencana penghematan tidak dapat terwujud, sebab gasnya memang tidak ada. Audit atas rencana dan catatan itulah yang mungkin menjadi temuan BPK.
"Karena tetap pakai BBM, maka tidak jadi penghematan, dan mungkin karena itulah saya dikatakan telah merugikan negara sebesar Rp37 triliun," katanya.