Rabu 24 Oct 2012 20:54 WIB

Mantan Napi Jadi Pejabat Dinilai Merusak Keteladanan

Azirwan
Azirwan

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pengangkatan mantan narapidana, terutama koruptor menjadi pejabat dinilai merusak nilai-nilai keteladanan. Pendapat tersebut disampaikan pakar hukum Universitas Diponegoro Semarang Prof Arief Hidayat.

"Secara sosiologis, pengangkatan orang-orang yang punya 'cacat' dalam rekam jejaknya menjadi pejabat melukai hati pegawai dan pejabat yang selama ini bekerja baik dan jujur," katanya, di Semarang, Rabu (24/10).

Hal itu diungkapkannya menanggapi adanya daerah yang mau mengangkat mantan narapidana kasus korupsi menjadi pejabat struktural, seraya mempertanyakan apakah tidak ada orang lain yang bersih dan jujur.

Menurut Guru Besar Hukum Tata Negara Undip itu, secara normatif memang perlu dikaji apakah mantan narapidana koruptor itu pegawai negeri sipil (PNS) atau bukan, dan seandainya PNS apakah sudah diberhentikan.

"Kalau PNS, semestinya ada aturan-aturan dalam UU Kepegawaian mengatur anggotanya yang melakukan tindak pidana dipecat atau diberhentikan dengan tidak hormat," kata mantan Dekan Fakultas Hukum Undip itu.

Kalaupun oknum PNS itu tidak dipecat, kata dia, semestinya ada 'track record' atau rekam jejak kariernya yang menjadi pertimbangan sebelum dipromosikan menjadi pejabat, misalnya pernah menjadi terpidana.

"Seharusnya kan ada, misalnya rekam jejak PNS pernah mendapatkan teguran, surat peringatan, penundaan kenaikan pangkat, penundaan kenaikan gaji berkala. Itu kan jadi pertimbangan dalam promosi jabatan," katanya.

Apabila rekam jejak kariernya "cacat" tetapi masih tetap dipromosikan dan diangkat menjadi pejabat, ungkap dia, melukai hati PNS-PNS lain yang selama ini sudah bekerja dengan baik, jujur, dan berdedikasi.

"Mereka yang selama ini jujur kan akan berpikir, 'Selama ini saya sudah bekerja baik dan jujur tidak kunjung dipromosikan. Namun, yang korupsi malah dipromosikan. Saya mendingan ikut korupsi'," katanya.

Kalau sampai terjadi seperti itu, kata dia, rusak seluruh birokrasi, termasuk negara juga ikut rusak karena terjadi ketidakadilan, sehingga orang-orang yang memiliki rekam jejak negatif jangan dipromosikan.

Demikian halnya, lanjut dia, rakyat juga jangan memberi kesempatan mantan koruptor itu diangkat menjadi pejabat publik, seperti anggota dewan perwakilan rakyat (DPR), DPRD, wali kota/gubernur yang dipilih rakyat.

"Jika sampai ada mantan koruptor jadi anggota DPRD, wali kota/bupati yang salah rakyat. Kenapa memilih orang-orang yang punya rekam jejak seperti itu. Rakyat harus selalu 'titen' (ingat, red.) rekam jejaknya," katanya.

Karena itu, kata Arief, harus ada elemen 'civil society' dan pers yang bertugas mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dalam menentukan pilihan kepada sosok yang akan menduduki jabatan legislatif maupun eksekutif.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement