REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Anggota Komisi II DPR Yassona H Laoly menganggap Komisi Pemilihan Umum (KPU) gamang atau galau dalam menerapkan sistem teknologi informasi dalam verifikasi partai politik.
"KPU terlihat galau bereksperimen. Tentu kita perlu apresiasi kalau KPU berusaha membuat terobosan, tetapi jangan bereksperimen," kata Yassona H Laoly di Jakarta, Selasa.
Komisi II telah memanggil KPU dalam rapat dengar pendapat mengenai permasalahan yang muncul dalam verifikasi parpol, termasuk masalah penggunaan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).
Komisi II akhirnya tidak mempermasalahkan penggunaan sistem teknologi informasi seperti Sipol sejauh tidak menggunakan aplikasi dan dana dari lembaga asing.
"Kita tentu tidak boleh alergi dengan penggunaan teknologi informasi. Tetapi kalau operatornya tidak netral, tentu bisa gawat," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Dia menilai kerja sama KPU dengan lembaga asing seperti International Foundation Electoral System (IFES) dalam penerapan Sipol bisa menodai kemandirian dan independensi lembaga penyelenggara pemilu itu.
Padahal, KPU merupakan lembaga penting dalam proses rekrutmen politik dan pemimpin negara mulai dari presiden, gubernur, wali kota, bupati hingga anggota legislatif. "Kalau sampai KPU dirusak oleh asing, maka proses politik di Indonesia juga akan rusak semua," katanya.
Rapat dengar pendapat Komisi II dengan KPU menghasilkan kesimpulan bahwa Sipol hanyalah alat bantu, bukan sebagai penentu verifikasi parpol.
Komisi II juga meminta kepada KPU agar mengembangkan jaringan teknologi informasi bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan mengedepankan kerahasiaan dan kemandirian negara.
Ketua KPU Husni Kamil Malik menegaskan bila Sipol hanyalah alat bantu untuk membaca data yang berjumlah jutaan dalam verifikasi parpol.
Terkait dengan permintaan Komisi II agar KPU menjalin kerja sama dengan BPPT dalam penerapan Sipol, Husni mengatakan akan melakukan evaluasi.
"Kerja sama dengan IFES akan kami evaluasi. Tidak bisa pemutusan sepihak karena itu kan kerja sama bilateral antara pemerintah dengan pemerintah," katanya.