REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena tingginya angka pengangguran di Indonesia dinilai tidak hanya akibat sedikitnya lapangan kerja yang tersedia, tetapi juga akibat tidak sesuainya kualifikasi lulusan lembaga pendidikan, termasuk perguruan tinggi dengan yang dibutuhkan oleh dunia kerja.
Perguruan tinggi di Indonesia dianggap lebih banyak menghasilkan lulusan yang memiliki kualifikasi akademis, ketimbang kemampuan praktis yang dibutuhkan oleh lapangan kerja.
Menurut Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) A Muhaimin Iskandar , salah satu penyebabnya adalah masih banyak rektor perguruan tinggi yang berpikiran kurang membumi alias apa yang dibutuhkan mahasiswa setelah lulus memperoleh gelar sarjana nanti.
“Banyak rektor yang hebat dan diakui kecendekiawanannya, baik di level nasional maupun internasional. Tetapi banyak diantara mereka yang belum bisa mengarahkan kampusnya menjadi lembaga pendidikan yang mendukung meningkatnya penyerapan tenaga kerja,” kata Muhaimin, di Jakarta.
Menurut Muhaimin, Indonesia saat ini tidak hanya membutuhkan rektor-rektor yang memiliki prestasi akademik dan kecendekiawanan yang hebat, tetapi juga membutuhkan rektor-rektor yang memiliki kemampuan sebagai teknokrat, khususnya yang terkait dengan dunia kerja.
“Teknokrat bukan berarti harus serba pragmatis dan menghamba kepada kapitalis, tetapi setidaknya memberikan keseimbangan pendidikan antara pengembangan intelektual dengan kemampuan kerja praktis,” kata Muahaimin.
Ia melihat, masih sedikit kampu-kampus yang memiliki Balai Latihan Kerja (BLK) atau laboratorium pelatihan kerja. BLK menurut Muhaimin tidak hanya berupa bangunan dan fasilitas fisik, tetapi juga bisa berupa program-program pendidikan. BLK juga tidak harus dimiliki sendiri melainkan bisa bekerja sama dengan pihak lain.
“Saya melihat, kebanyakan kampus belum memiliki kerjasama yang langsung dengan dunia kerja, baik itu dengan perusahaan maupun lainnya,” katanya.
Ia berharap, kampus sebaiknya mendorong adanya pelatihan-pelatihan kerja kepada para mahasiswanya, baik dengan cara mendirikan laboratirium, BLK, atau pusat pendidikan latihan kerja lainnya.
“Sehingga mahasiswa bisa berlatih keterampilan kerja yang bisa bermanfaat disaat mereka lulus nanti,” katanya. (Adv)