REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah sarjana yang menganggur di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, awal tahun 2006 jumlah sarjana yang belum bekerja mencapai 385.400 orang.
Tahun 2011 jumlahnya diperkirakan telah melebihi angka satu juta orang. Hal ini mengingat setiap tahunnya Indonesia memproduksi sekitar 300.000 sarjana dari sekitar 2.900 perguruan tinggi.
“Jumlahnya mungkin sudah sekitar 11,78 persen dari total angka pengangguran di Indonesia,” kata Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) A Muhaimin Iskandar, di Jakarta.
Menurut Muhaimin, kondisi ini sangat ironi. Pasalnya, alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk sektor pendidikan paling tinggi dibandingkan sektor-sektor lain, yakni 20 persen dari total anggaran APBN.
“Tetapi istilah pengangguran intelektual masih kerap kita dengar, bahkan cenderung terus meningkat,” ujarnya.
Dibandingkan dengan zaman orde baru, ketika Menteri Pendidikan Fuad Hasan menerapkan sistem link and match, kondisi saat ini sangat memprihatinkan. Dulu, jumlah pengangguran tinggi karena Indonesia kurang orang-orang yang terdidik, tetapi sekarang jumlah pendidikan tinggi semakin banyak, pengangguran juga semakin tinggi. Dibandingkan dengan Malaysia atau Singapura, masih terlalu jauh.
“Karena itu kampus semestinya harus kembali ke basic, yakni mendidik mahasiswa untuk memiliki keterampilan di luar kemampuan utamanya sebagai intelektual. Sehingga ketika lulus nanti, mereka siap memasuki dunia kerja,” kata Muhaimin.
Menakertrans melihat, perguruan tinggi-perguruan tinggi yang ada sekarang masih kurang memberi ruang kepada mahasiswa untuk memiliki keterampilan praktis yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Kampus masih cenderung mencetak mahasiswa yang memiliki intelektual tinggi, tetapi sulit diserap oleh pasar kerja. Sementara yang diperlukan dunia kerja tidak hanya intelektual tinggi, tetapi juga keterampilan praktis.
“Jadi tolong kampus dijadikan tempat pencetak sarjana-sarjana pintar dan tenaga kerja yang siap pakai. Dengan demikian, kampus tidak lagi menjadi penyumbang tingginya angka pengangguran di Indonesia,” ujarnya (adv)