REPUBLIKA.CO.ID, Muncul penolakan terhadap RUU Kamnas karena dianggap sebagai upaya pengembalikan militer seperti saat Orde Baru. Beberapa LSM bahkan menggabungkan diri dalam Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Sektor Keamanan, untuk memperkuat suara kontra RUU tersebut.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, menepis anggapan kehadiran UU Kamnas berpotensi memberangus demokrasi. RUU tersebut, ujarnya, justru bersifat melengkapi kekosongan pada beberapa ruang yang belum diatur dengan jelas.
"Jangan mispersepsi dulu. Kami tidak akan mendegradasi Undang-Undang yang telah ada. Ibarat bakso dan mangkok, yang kami isi adalah mangkok yang kosong," jelas Purnomo.
Dia menegaskan, kehadiran RUU Kamnas bukan bermaksud mengembalikan posisi TNI seperti zaman Orde Baru. Atau mengganti UU Polri yang sudah ada. RUU Kamnas, imbuhnya menekankan, bertujuan untuk melengkapi dan mendukung UU yang telah ada.
"Misalnya UU intelijen sudah ada, jadi kami tidak akan membuat UU tentang penyadapan. Jadi kami sebetulnya ingin mendukung supremasi hukum yang telah ada. Jangan dibolak-balik," papar mantan Menteri Pemberdayaan ESDM itu.
Dia juga menjawab kekhawatiran banyak pihak tentang Dewan Keamanan Nasional. "Lha wong Ketuanya kan presiden, sifat dewan itu bukan operasional tapi strategis. Kalau ada masalah ketahanan nasional, baru Dewan Keamanan Nasional yang turun. Kalau terjadi di daerah, ya diurus daerah," ujarnya.
Purnomo juga memaparkan sifat ancaman nasional yang sering dipersepsikan hanya sebatas ancaman militer. Menurut dia, ada empat sifat ancaman. Pertama, ancaman non militer seperti ancaman virus di dunia elektronik yang mengancam stabilitas nasional. Kemudian ancaman dengan kompleksitas tinggi, dan ancaman dengan resiko tinggi.
"Nah sekarang itu yang dirumuskan dalam undang-undang agar lebih jelas. Justru itu kami ingin mendorong supremasi hukum, jangan dinilai terbalik-balik," ujar Purnomo.