Senin 22 Oct 2012 17:25 WIB

Perubahan Kurikulum Matematika, Suatu yang Dinamis

Matematika (Ilustrasi)
Foto: clare.cam.ac.uk
Matematika (Ilustrasi)

Wacana perubahan kurikulum sekolah dari jenjang SD sampai SMA tengah menjadi perbincangan. Sejatinya, pembahasan bagaimana kurikulum yang tepat bagi para siswa di Indonesia telah berlangsung lama. Perubahan pada kurikulum Indonesia pun beberapa kali telah terjadi.

Hal ini tidak dapat dielakkan, mengingat dinamika yang terjadi dalam ilmu pengetahuan dunia dewasa ini memaksa kita untuk menciptakan SDM handal. Ada beberapa yang perlu diingat dalam penyusunan kurikulum adalah aspek fleksibel, ringkas, dapat mengembangkan aspek kognitif (berpikir), psikomotorik (keterampilan), serta afektif (sikap) siswa.

Kurikulum berasal dari bahasa Latin yang berarti “jalur pacu”. Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2006 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Tanpa mengurangi esensi pembahasan untuk mata pelajaran lain di sekolah, pada tulisan ini akan dibahas pandangan mengenai kurikulum matematika sekolah di Indonesia. Matematika menjadi dasar bagi pengusaan banyak disiplin ilmu lain. Matematika dan Sains pun harus mengikuti perkembangan teknologi yang ada, bahkan terkadang menjadi dasar dalam pengembangan teknologi itu sendiri.

Perubahan ke arah yang lebih baik sangat dibutuhkan dalam perkembangan matematika dewasa ini. Pembahasan perubahan kurikulum, bukanlah hal yang tidak boleh dibicarakan karena kurikulum merupakan produk manusia. Pada waktu tertentu dirasa dapat memenuhi kebutuhan siswa, namun kadang kala praktik di lapangan atau perkembangan yang ada sudah tidak sesuai dengan kurikulum yang ada. 

Hasil analisis ini adalah sebagian diskusi pada mata kuliah Analisis Kurikulum di Pascasarjana Pendidikan Matematika UPI. Ada beberapa masalah dalam kurikulum tertulis (Standar Isi) mata pelajaran matematika yang dapat dilihat, di antaranya:

Pertama, belum memunculkannya kemampuan pemecahan masalah yang baik dari kurikulum di Indonesia. Hakekatnya, matematika digunakan untuk membangun pemikiran siswa yang baik dan dapat menggunakan konsep matematika untuk pemecahan masalah sehari- hari.  

Kedua, beberapa materi sejak SD kelas 1 hingga SMA kelas XII belum dipandang sebagai suatu yang menyeluruh dan runtut. Hal ini dapat terlihat konten materi SD misalnya Bilangan. Konsep Bilangan pada siswa kelas satu belum dipandang sebagai dasar bagi konsep Bilangan lebih jauh. Konsep Bilangan yang disampaikan kepada siswa kelas 1, seharusnya lebih  mengenalkan Bilangan/Kuantitas.

Jangan dulu masuk ke konsep penjumlahan atau pengurangan seperti pada Standar Isi SD. Mengajarkan nilai tempat terlebih dahulu, jika nilai tempat sudah pahami maka konsep penjumlahan akan mudah dipahami.

Kemudian, konsep Bilangan di SD ada beberapa yang diulang di SMP. Seharusnya, ada penambahan tingkat kesulitan atau level berpikir pada siswa SMP, sehingga materi tersebut dipandang suatu yang berkelanjutan. Begitu pun materi SMA ada beberapa pengulangan materi SMP. Seharusnya, satu topik bahasan misalnya Bilangan, itu harus runtut berdasarkan yang paling sederhana hingga rumit sejak siswa SD hingga SMA.

Ketiga, ada beberapa Kompetensi Dasar materi SMP yang harus direvisi. Misalnya pada materi phytagoras, materi ini tergolong baru bagi siswa SMP. Sehingga, sebaiknya untuk mengenalkan rumus siswa lebih bisa dilatih untuk belajar menemukan rumus dan memahami rumus, tidak sekadar menghafalkan.

Hal ini karena kemampuan matematika yang harus dimiliki siswa, tidak sekadar copy paste dari papan tulis yang disampaikan guru. Matematika harus dipandang sebagai suatu mata pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada siswa, serta bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.

Keempat, masih ada keragu-raguan bagi guru untuk fleksibel mengatur materi pembelajaran di sekolah. Peraturan yang ada, memberikan kesempatan kepada guru untuk mengembangkan standar isi materi pelajaran yang ada. Misalnya, muatan materi sekolah yang padat membuat guru berinisiatif memindahkannya ke semester berikutnya. Namun terkadang, dengan sistem evaluasi yang berlaku dapat menjadi penghalang bagi guru. Sehingga, kadang di lapangan guru memaksakan untuk menyelesaikan semua materi pada semester tersebut, meskipun kemampuan yang seharusnya dimiliki siswa pada materi itu belum baik. 

Kelima, belum terintegrasinya kurikulum matematika dengan mata pelajaran yang lain misalnya fisika, Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Tak dapat dipungkiri, konsep-konsep dalam matematika mendasari beberapa konsep dalam fisika, misalnya penggunaan vektor atau turunan dan integral dalam menghitung kecepatan serta percepatan.

Materi dasar untuk fisika itu, dalam standar isi belum terintegrasi dengan baik dengan matematika. Sehingga, materi yang ada seakan terpisah-pisah. Padahal, konsep di matematika itu bisa diaplikasikan di fisika. Sehingga perlunya pembenahan bersama mengenai ini. Misal, mata pelajaran sekolah yang ada dikelompokkan menjadi beberapa jenis pelajaran, yang kemudian dibuat secara terintegrasi kurikulumnya. 

Dari kelima masalah di atas, hendaknya perlu tidakan lebih nyata untuk mengembangkan kurikulum di Indonesia. Hal ini tentu menjadi cita-cita bersama dalam kemajuan bangsa dan negara, dalam bidang pendidikan terutama pendidikan matematika. 

Eka Rachma Kurniasi 

Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Matematika di Universitas Pendidikan Indonesia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement