REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Program Imparsial, Al Araf, menuding kebijakan yang dikeluarkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dekat dengan kepentingan pemilihan umum 2014.
Dia mencontohkan pengakomodiran yang dilakukan SBY terhadap dua institusi yang dianggap krusial, yakni militer dan intelijen. Dalam hal tersebut yakni pengesahan Undang-Undang (UU) Intelijen dan rencana pembentukan (UU) Keamanan Nasional.
"Karena militer dan intelijen dianggap penting dalam gerak 2014, maka presiden mengakomodir," ujar Al Araf saat ditemui di Jakarta, Ahad (21/10).Pengakomodasian kepentingan tersebut, menurut dia dengan sendirinya membentuk rejim yang dibangun bersifat konservatif dan permisif, terutama pada isu keamanan.
Padahal seharusnya, lanjut dia, pemerintah lebih fokus pada amanat mereformasi sektor keamanan. "Tapi nyatanya selam tiga tahum berkuasa, kebijakan yang diambil dekat dengan Pemilu 2014," kata Al Araf.
Selain itu, Al Araf menyatakan, selama menjalankan pemerintahan, SBY juga tidak memiliki niatan dan upaya yang sungguh-sungguh untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas aktor keamanan. Justru, sambungnya, sikap diam dan tidak adanya upaya koreksi dari SBY malah berpotensi menyuburkan praktik penyimpangan