REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri Sekretaris Negara, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan, pemberantasan korupsi di Indonesia masih tebang pilih.
Indikasinya adalah pengungkapan korupsi yang sedikit terjadi pada kasus yang diduga menjerat sejumlah orang dekat pemerintah.
Kondisi seperti itu, menurut Yusril, adalah sebuah kesengajaan. Dia melihat secara jelas situasi perang terhadap korupsi yang hanya memberantas lawan politik namun melindungi rekan politinya.
"Ada upaya untuk melindungi pihak tertentu di sana," ucap Yusril saat membahas buku Republik Galau karya Bambang Soesatyo di Gedung YLBHI, Ahad (21/10).
Yusril memisalkan kasus yang menjerat Wa Ode Nurhayati yang dia nilai sebagai tindak korupsi yang tidak sempurna. Menurutnya, perbuatan penerimaan uang sebagai imbalan pengurusan alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) tidak terjadi dalam perkara itu.
"Wa Ode tidak menerima, melainkan asistennya. Itu pun tanpa sepengetahuan terdakwa dan telah dikembalikan," ujar Yusril.
Akan tetapi, ungkap Yusril, yang terjadi adalah di luar dugaan. Wa Ode dinyatakan bersalah oleh hakim sehingga dia menjadi korban tunggal dalam perkaranya.
"Dia korban karena tidak bersalah secara fakta persidangan," jelas Yusril.
Meski begitu, Yusril enggan mendorong Wa Ode untuk menyebut nama lain yang diketahui kerap "bermain" di Badan Anggaran DPR RI. Menurut dia, tugas tersebut ada di tangan KPK karena mereka dibayar negara untuk melakukan pengusutan perkara korupsi.
"Saya bukan KPK," papar Yusril