REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Dalam pertemuan tahunan internal Ikatan Dokter Anak Indonesia 2012, Bio Farma bukan hanya terlibat dalam kegiatan exhibition tapi juga hadir dalam forum Scientific Programme.
Bio Farma terlibat menjadi narasumber seputar vaksin dan vaksinasi dalam kegiatan Meet The Expert.
dr Novilia S Bachtiar Kepala Divisi Surveilans PT Bio Farma (Persero) mewakili Bio Farma menjadi narasumber untuk menyampaikan informasi mengenai Vaccine & Vaccination What The Expert Say.
dr Novilia berbicara dalam forum tersebut bersama dengan dr Soedjatmiko dari Satgas Imunisasi dan Dr Amirsyah dari MUI. Dalam forum, para pembicara menyampaikan berbagai informasi seputar vaksin dan vaksinasi yang sebaiknya diketahui oleh para Dokter khususnya Dokter Anak. Informasi ini sangat diperlukan oleh para dokter sehingga dapat menyampaikan informasi yang benar, valid dan relevan kepada masyarakat.
Dalam forum, dr Soedjatmiko dalam kapasitas sebagai wakil ketua Satgas Imunisasi memberikan pemaparan terkait kebenaran informasi yang selama ini menyesatkan seputar vaksin dan vaksinasi di masyarakat.
Beberapa kelompok masyarakat menggunakan isu vaksin dan vaksinasi untuk meningkatkan kepentingan bisnis pribadi. Isu negatif penolakan vaksin ini menjadi trending topic di dunia maya, seperti twitter, facebook, milis, dan blog. Dengan adanya hal tersebut, perlu dilakukan penjelasan terhadap pemikiran yang keliru tersebut agar kejadian atau kematian penyakit infeksi berat dapat dicegah dan ditekan melalui imunisasi.
Berdasarkan data terakhir WHO sampai saat ini, angka kematian balita akibat penyakit infeksi yang seharusnya dapat dicegah dengan imunisasi masih tinggi, terdapat kematian balita sebesar 1,4 juta jiwa per tahun, misalnya batuk rejan 294.000 (20%), tetanus 198.000 (14%), campak 540.000 (38%). Di Indonesia sendiri, UNICEF mencatat sekitar 30.000-40.000 anak setiap tahun menderita serangan campak. “Vaksin yang tersedia saat ini aman karena telah melalui tahapan uji klinik, dan mendapat ijin edar BPOM. Vaksin yang dipakai oleh program imunisasi juga telah memperoleh pengakuan dari Badan International WHO dan lolos PQ (prakualifikasi),” ujar dr Soedjatmiko.
Ada beberapa pemikiran yang keliru mengenai imunisasi (miskonsepsi) di masyarakat. Pemikiran yang sering muncul antara lain isu vaksin tidak halal karena menggunakan media yang tidak sesuai syariat, efek samping karena mengandung zat-zat yang berbahaya, isu konspirasi dari ujar negara Barat untuk memperbodoh dan meracuni penduduk negara berkembang serta adanya bisnis besar di balik program imunisasi. “Masyarakat tidak perlu ragu akan keamanan dan manfaat imunisasi. Saat ini, 194 negara di seluruh dunia melaksanakan imunisasi. Bahkan, negara-negara dengan tingkat sosial ekonomi yang tinggi masih terus melaksanakan program imunisasi. Termasuk negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dengan cakupan imunisasi lebih dari 85 persen,” ujar dr Novilia S Bacthiar.
Sementara itu, dari sisi pandangan agama tentang imunisasi disampaikan oleh Dr Amirsyah dari MUI. ''Vaksin-vaksin yang dipergunakan dalam program imunisasi nasional aman dan telah mendapat izin dari MUI. Vaksin tersebut buatan produksi pabrik lokal PT. Bio Farma (Persero) dan telah diekspor ke beberapa negara-Islam di dunia,'' katanya.
Masyarakat sebaiknya lebih waspada terhadap berbagai isu yang muncul, jangan mudah mempercayai hal-hal yang tidak jelas dan tidak ilmiah. Untuk itu, perlu menjalin kerjasama yang baik dengan berbagai sektor terkait untuk mendidik masyarakat terkait imunisasi. Hal ini perlu dilakukan untuk mewujudkan anak-anak Indonesia yang sehat sehingga percepatan pencapaian MDGs dapat terpenuhi. (adv)