REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta, Selamat Nurdin mengatakan tidak ada yang salah dalam rencana Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo mengevaluasi proyek Mass Rapid Transit (MRT). Namun ia berharap, evaluasi tidak sampai mengganggu jadwal tahapan pelaksanaan pembangunan.
Selamat mengatakan, kemunduran jadwal atau bahkan jika dibatalkannya proyek tersebut akan menimbulkan konsekuensi finansial dan moral yang akan ditanggung Pemprov DKI dan Pemerintah Indonesia.
Di dalam perjanjian pinjaman (loan agreement), jelas Selamat, apabila pembangunan MRT terlambat atau tidak sesuai jadwal, maka Pemprov DKI dan pemerintah pusat akan menanggung denda sebesar Rp 800 juta per hari.
"Bayangkan saja bila kajian ulang dilakukan. Kita akan kembali seperti tahun 2004, saat kajian desain MRT dilakukan. Taruhlah kajian itu memakan waktu setahun, barulah Gubernur menyetujui pembangunan MRT. Berarti pembangunan terlambat selama setahun sehingga Pemprov DKI dan pusat akan menanggung denda puluhan miliaran rupiah yang dibebankan ke APBD dan APBN. Lebih baik uang denda itu digunakan untuk membangun yang lain," paparnya.
Begitu pula bila Jokowi membatalkan pelaksanaan pembangunan MRT dengan alasan harga yang terlalu mahal. Alhasil konsekuensi moral dan nama baik Pemprov DKI Jakarta serta pemerintah Indonesia di iklim investasi internasional akan tercemar.
Para Investor akan takut menanamkan modal di Jakarta maupun di Indonesia, karena melihat proyek MRT yang diberikan bunga sangat kecil 0,25 persen dengan jangka waktu pengembalian pinjaman yang panjang 30 tahun bisa dibatalkan seenaknya.
"Jadi pembangunan MRT tidak mungkin ditunda dan dibatalkan. Karena ini menyangkut dua negara dan banyak instansi. Ini bukan proyek seperti membangun sekolah. Kalau sampai batal, taruhannya nama baik Indonesia di mata dunia. Tidak akan ada yang mau berinvestasi di Indonesia. Padahal, bunganya sangat kecil sekali," tuturnya.
Menurut Selamat, proyek MRT telah didisain dengan struktur profesional berdasarkan standar konstruksi internasional.
"Dewan menyarankan agar Jokowi dan Ahok mengawasi transparansi anggaran pembangunan MRT agar dana pinjaman tersebut digunakan secara benar dan tepat," tegasnya.