REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Rais Syuriah PBNU, KH. Masdar F.Mas'udi, mendukung adanya jalur kultural sebagai alternatif rekonsiliasi nasional.
"Rekonsiliasi sebaiknya dengan pendekatan sosial kuktural. Tidak dengan legal," ujar Masdar pada Seminar Rekonsiliasi Nasional Telaah Jalur Kultural Sebagai Alternatif Kamis (18/10).
Menurut Masdar rekonsiliasi yang ditempuh melalui jalur hukum akan sulit diwujudkan karena sulitnya menemukan hukum yang benar-benar netral. "Siapa yang bisa jadi hakim untuk proses rekonsiliasi? Sulit saat ini mencari hakim yang tidak memihak," kata Masdar.
Masdar mengatakan rekonsiliasi yang melalui jalur hukum harus memenuhi fact finding historis yang utuh. Jika tidak, lanjut Masdar, maka peradilan yang dijalankan bisa mendzholimi orang lain. "Ketika rekonsiliasi menempuh jalur hukum, harus ada fact finding historis yang utuh. Kalau tidak itu dzholim. Akan tetapi hal itu sulit. Siapa yang bisa mengukur kebenaran suatu peristiwa sejarah?" ujar Masdar.
Masdar mengungkapkan rekonsiliasi yang ditempuh melalui jalur hukum harus menyertakan rentetan peristiwa sejarah sebelumnya. "Sejarah tidak bisa dilihat sepenggal. Karena dia peristiwa yang berantai. Harus melihat urutan sejarah ke belakang jika ingin rekonsiliasi dengan jalur hukum. Belum lagi harus melihat konteks sejarah itu tidak hanya dari sudut pandang lokal tapi juga secara global," kata Masdar.
Masdar mencontohkan rekonsiliasi peristiwa G 30 S/PKI tahun 1965. Jika rekonsiliasi menempuh jalur hukum untuk peristiwa itu, kata Masdar, maka hakim harus membuka sejarah sebelum tahun 1965. Hakim perlu mempelajari peristiwa tahun 1948,1926, dan seterusnya. Bahkan harus mempelajari apakah peristiwa itu terkait degan apa yang terjadi di belahan dunia lain.
"Kalau mau mengadili peristiwa sejarah maka harus dibuka file-filenya tidak hanya secara lokal tapi juga internasional," kata Masdar.
Karena itu, menurut Masdar, perlu ada pendekatan kultural sebagai alternatif rekonsiliasi nasional. "Saya sepakat rekonsiliasi melalui jalur kultural. Karena kita tidak tahu yang benar terjadi seperti apa. Yang tau hanya Allah. Maka perlu pendekatan kultural yang jauh dari pendekatan salah benar," kata Masdar.