REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta mempelajari dan berhati-hati ketika menerima berkas kasus Simulator SIM yang nantinya akan diberikan Polri.
"Dengan bukti dokumen dan BAP yang dimiliki kepolisian, KPK berhak menerima dan mempelajari. Tapi KPK harus memilih dokumen apa yang terkait dengan proses hukum yang seharusnya ditangani KPK," kata anggota Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, dalam konferensi pers, di Kantor Transparency International Indonesia (TII) Jakarta, Kamis (18/10).
Ia menilai, meski sama-sama menangani kasus simulator SIM, tetapi jalur hukum dalam penetapan status tersangka agak berbeda, terutama dari segi peraturan yang dikenakan. KPK menggunakan UU KPK, sedangkan Polri menggunakan undang-undang KUHP. Ini akan berpengaruh pada perspektif yang digunakan.
Menurutnya, KPK seharusnya hanya menyelidiki kasus yang sesuai dengan UU KPK, yakni hal yang berkaitan dengan tipikor. Jangan sampai KPK memproses sesuatu yang bukan menjadi ranahnya. "KPK harus tetap berdiri sendiri, jangan terjebak kanalisasi Kepolisian. Penetapan tersangka Didik Purnomo dan Teddy Rusmawan yang dituduh memalsukan tanda tangan Djoko Susilo itu bukan tindak pidana korupsi," katanya.
Aktivis LBH Jakarta yang juga tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil, Nurcholis Hidayat, berpendapat serupa terkait penetapan tersangka oleh Kepolisian atas Didik dan Teddy. Ia beranggapan hal tersebut bukan termasuk dalam penanganan kasus Korupsi yang ditangani oleh KPK. Didik dan Teddy diproses dalam rangka hukum pidana biasa.
Dia menilai kasus Didik dan Teddy tersebut tetap harus ditangani Kepolisian. Sementara, KPK menangani kasus korupsi Djoko Susilo, Sukotjo Bambang dan Budi Santoso. "KPK juga harus jeli mencermati itu. Sebab, kalau KPK menelannya mentah-mentah, kasus ini akan menjadi bias," tandasnya.
Polri menetapkan tiga orang tersangka untuk kasus dugaan korupsi pengadaan Simulator SIM, di antaranya Wakil Korlantas, Brijen Didik Purnomo; Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA), Budi Susanto; dan Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia, Sukjoto Bambang.
Dua orang tersangka lainnya, yakni Kompol Legimo dan AKBP Teddy Rusmawan menjadi tersangka dalam kasus pidana dengan dugaan pemalsuan tanda tangan dokumen dalam kasus pengadaan Simulator SIM.