REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kekerasan dilakukan oknum TNI terhadap tiga wartawan yang meliput jatuhnya pesawat Hawk 200 di sekitar pemukiman warga RT 03, RW 03, Dusun 03, Desa Pandau Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, tergolong penganiayaan berat. Kendati demikian, Kepolisian mengaku tidak berwenang mengusut dugaan tindak pidana kekerasan yang dilakukan pada Selasa (16/6) kemarin itu.
"Aturan yang berlaku di TNI kemungkinan berbeda dengan yang di Polri sehingga Polri tidak memiliki kewenangan untuk menindak anggota TNI," kata Kabag Penum Humas Mabes Polri Kombes Pol Agus Rianto di Jakarta, Rabu (17/10).
Dia mengatakan TNI memiliki mekanisme tersendiri melalui Polisi Militer (POM) TNI. "Hukum acaranya sendiri-sendiri, mereka juga memiliki kesatuan penyidik untuk menindak pelanggaran oleh oknum TNI," ujarnya.
Sebelumnya, pada Selasa (16/10) sejumlah wartawan yang akan mengambil gambar di lokasi jatuhnya pesawat tempur jenis Hawk 200 milik TNI AU dihalangi oleh oknum anggota kesatuan tersebut. Wartawan yang berada di lokasi, pascakejadian dilarang meliput, bahkan ada beberapa yang dipukul. Mereka adalah Rian FB Anggoro (pewarta Kantor Berita Antara), Didik Herwanto (Riau Pos) dan Fakhri Robianto (Riau TV).
Selain menerima kekerasan fisik, beberapa wartawan itu juga mendapat ancaman verbal dan perampasan alat peliputan. Insiden ini mendapat kecaman dari sejumlah pihak antara lain DPR, LSM, sejumlah forum wartawan, dan beberapa tokoh pers hari ini Rabu (17/10) sejumlah kalompok masyarakat termasuk beberapa kelompok wartawan menyuarakan aksi protes terhadap tindak ekerasan itu dan mendesak sanksi yang tegas untuk oknum TNI pelaku kekerasan.