REPUBLIKA.CO.ID, KUWAIT CITY -- Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan, pemerintah siap mendanai pengambilalihan PT Inalum sehingga perusahaan strategis tersebut menjadi milik pemerintah.
"Intinya Inalum harus kembali ke Indonesia," kata Hatta Rajasa saat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Forum Dialog Kerja sama Asia (ACD) I di Kuwait City, Selasa (17/10).
Ia menyebutkan, pengambilalihan saham perusahaan produsen alumunium di Sumatera Utara itu membutuhkan dana sekitar 700 juta dolar AS. Menurut dia, pengambilalihan saham PT Inalum termasuk yang dibahas dengan pihak Jepang saat kunjungan ke Jepang beberapa waktu lalu.
"Ada pembicaraan masalah itu, intinya Inalum harus kembali ke Indonesia," tegas Hatta.
Sebelumnya Kementerian Perindustrian meminta dukungan Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengambil alih kepemilikan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) terkait akan berakhirnya Master Agreement dengan Nippon Asahan Aluminium (NAA) pada Oktober 2013.
"Anggaran untuk pengambilalihan 58,87 persen saham Inalum dari investor asal Jepang, memang belum masuk dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Pemerintah akan meminta persetujuan DPR untuk alokasi anggarannya," kata Menteri Perindustrian M.S Hidayat.
Hidayat mengatakan sebelum berakhirnya kontrak antara PT Inalum dengan NAA, pemerintah akan melakukan investigasi serta audit teknologi. Namun, langkah yang terberat adalah menentukan pengelolaan Inalum.
"Sebelum 2013, semua ketentuan yang berlaku untuk pemutusan itu harus dikeluarkan. Kita mesti melakukan investigasi dan kita undang tim penilai dan melakukan audit teknologi serta penghitungan atas nilai buku yang ada," katanya.
Sementara itu Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartato, mengatakan DPR memberikan dua opsi pengelolaan Inalum pasca berakhirnya Master Agreement dengan pihak Nippon Asahan Aluminium Jepang. Selain itu, DPR mendukung kepemilikan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) oleh pemerintah pusat.
"Pasca berakhirnya Master Agreement antara pihak NAA Jepang dengan PT Indonesia Asahan Aluminium, Komisi VI DPR mendukung Pemerintah mengambil alih PT Indonesia Asahan Aluminium. Komisi VI DPR RI memberikan dua opsi kepada pemerintah pusat, yaitu menyerahkan proyek Inalum kepada PT Aneka Tambang Tbk (Antam) dan mengubah status Inalum menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN)," bebernya.
Airlangga menambahkan, apapun pilihan pemerintah mengenai pengelola Inalum pasca berakhirnya perjanjian Master Agreement dengan NAA Jepang, pemerintah diharapkan meningkatkan kapasitas produksi Inalum.
Jika saat ini kapasitas produksinya baru mencapai 250.000 ton per tahun, maka bisa ditingkatkan hingga 500 ribu ton per tahun. Airlangga menyebutkan, kebutuhan domestik akan alumunium dalam empat tahun ke depan diperkirakan mencapai 400 ribu ton per tahun.