REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mencatat banyak perusahaan pertambangan mineral dan batubara yang belum memenuhi standar clean and clear (CNC). Bahkan dari data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dari total 10.640 pemegang izin usaha pertambangan (IUP), sebanyak 5.806 perusahaan belum memenuhi standar kelaikkan ini.
"Dari sektor mineral misalnya, ada 3.918 pemegang IUP yang non-CNC," kata Dirjen Minerba Kementrian ESDM, Thamrin Sihite, Selasa (16/10). Sedangkan dari sektor batu bara, terdapat 1.888 pemegang IUP yang belum sesuai standar CNC.
Meski demikian, ia enggan memaparkan di mana saja perusahaan itu tersebar. Yang pasti, ungkapnya, perusahaan tersebut bermasalah dengan CNC akibat sejumlah soal. "Contohnya satu IUP memiliki dua blok wilayah," ujarnya. Selain itu pergantian kepemimpinan daerah juga mebuat tumpang tindih IUP.
Saat ini baru sekitar 4.834 pemegang IUP saja yang sudah memenuhi ketentuan CNC. Meliputi 2.917 pemegang IUP mineral dan 1.917 pemegang IUP batu bara.
Hal senada juga diutarakan Sekertaris Ditjen Minerba ESD, Harya Aditia Warman. Di wilayah Sumatra misalnya, terdapat 1.674 IUP yang belum terverifikasi CNC. "Ini mencapai 56,3 persen dari total jumlah pemegang IUP," jelasnya. Bangka Belitung menjadi wilayah dengan IUP non-CNC terbanyak yakni mencapai 670 perusahaan, disusul Sumatra Barat dan Sumatera Selatan dengan 166 dan 139 pemegang IUP non-CNC.
Sedangkan persoalan non-CNC terendah berada di wilayah Sumatera Utara. Di wilayah ini hanya sekitar 43 perusahaan yang tercatat masih non-CNC.
Karenanya, kata Harya, kini pihaknya tengah melakukan rekonsiliasi tahap kedua untuk memverifikasi hal ini. Dia menyampaikan pihaknya sudah menginvetarisir dan menemukan permasalahan dimana soal administrasi dan tumpang tindih menjadi penyebab utama. Ia mengatakan melalui rekonsiliasi pihaknya berharap penataan izin tambang untuk mendapatkan status CNC bisa dipercepat. Di Sumatra, dari 2.972 pemegang IUP, baru sekitar 1.298. Sekitar 42,7 persen yang sudah mendapat sertifikasi CNC.