Senin 15 Oct 2012 20:50 WIB

'Sihanouk Biasa Nyanyi Bengawan Solo'

Rep: Mansyur Faqih/ Red: Hafidz Muftisany
Norodom Sihanouk
Norodom Sihanouk

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Mantan duta besar Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Makarim Wibisono menyatakan bela sungkawanya terhadap wafatnya mantan Raja Kamboja, Norodom Sihanouk.

Menurutnya, Indonesia memiliki kedekatan dengan Norodom yang meninggal pada usia 90 tahun di Beijing, Cina tersebut.

''Beliau punya kedekatan dengan Indonesia dan juga dua presiden kita. Terutama dengan Bung Karno. Dia punya hobi yang sama dengan Bung Karno, yaitu menyanyi. Malah, dia itu biasa menyanyi lagu Bengawan Solo,'' katanya ketika dihubungi, Senin (15/10).

Ketika Bung Karno berkuasa, lanjut dia, Norodom kerap bolak balik ke Indonesia dan menginap di salah satu wisma di Istana Negara. Keduanya terkenal senang dengan suasana yang gembira dan kedekatannya serta kemampuan berkomunikasi dengan rakyat.

Secara politik, lanjutnya, Norodom juga dekat dengan Indonesia. Antara lain, bersama Sukarno, termasuk sebagai salah satu pendorong lahirnya poros Jakarta-Pnom Penh-Beijing. Ini sebagai upaya untuk memberikan membangun apa yang menjadi gagasan Bung Karno sebagai The New Emerging Forces yang dicetuskan untuk mengimbangi establish forces.

Dia juga bersama dengan Bung Karno mencoba menyajikan warna baru untuk negara-negara yang baru bebas dari penjajahan setelah Perang Dunia II. Antara lain, gerakan Asia Afrika.

''Tak hanya Norodom, istrinya pun memiliki kedekatan dengan Indonesia. Apalagi mereka punya hobi yang cocok dengan pemimpin Indonesia,'' tutur Makarim.

Ia juga mengingat Norodom sebagai pemimpin Kamboja yang mencoba menyatukan perpecahan di bangsanya. Yaitu, ketika di Kamboja muncul berbagai faksi, termasuk Kmer Merah.

Ketika itu, cerita Makarim, Presiden Soeharto dan Norodom merupakan orang yang paling berperan dalam menyelesaikan konflik di Kamboja. Yaitu, dengan menggelar pertemuan informal di Jakarta yang mempertemukan seluruh faksi yang ada. Padahal, sebelum ada pertemuan di Jakarta itu, semua faksi yang ada di Kamboja itu enggan berkomunikasi.

''Mereka pertama kali ketemu itu di Indonesia. Sebelumnya mereka tidak mau berkomunikasi. Di situ mereka melakukan berbagai macam pembahasan,'' pungkas Makarim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement