REPUBLIKA.CO.ID, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak berkomitmen serius memerangi korupsi di lingkungan internal. Di antara langkah yang dilakukan adalah menjalin kerja sama dengan lembaga penegak hukum untuk menangkap oknum-oknum internal yang menyimpang.
Sekretaris Jenderal Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (Sekjen MIUMI) Bachtiar Nasir mengapresiasi komitmen dan langkah nyata yang ditempuh Ditjen Pajak tersebut. “Saya mengakui saat ini, sudah ada upaya untuk pemberantasan korupsi. Sistem yang dibangun juga sudah bagus tinggal ekskalasi pemerangan korupsi harus diperluas hingga ke akar-akarnya,” kata dia.
Menurut dia, gerakan anti korupsi yang dilakukan di Ditjen Pajak harus bisa menjangkau ke level mafia pajak besar. “Mafia pajak ini bersifat sistemik. Karena itu untuk memberantasnya juga butuh komitmen kuat serta keberanian dari Ditjen Pajak,” lanjutnya.
Terbongkarnya kasus korupsi di Ditjen Pajak tak terlepas dari peran whistleblowing system. Dengan whistleblowing system, pelaku atau calon pelaku akan merasa terancam dengan kehadiran orang lain yang mengetahui atau ingin mengetahui kekayaannya. Ancaman hukuman yang berat juga diharapkan dapat memaksa calon pelaku untuk mengurungkan niat melakukan pelanggaran.
Bachtiar mengapresiasi langkah Ditjen Pajak untuk menerapkan whistleblowing system di lingkungan internalnya. ”Sistem dan aturan tersebut sudah bagus. Ada usaha untuk mencegah peluang terjadinya korupsi,” kata dia.
Namun, lanjut dia, pemerangan korupsi tak cukup dengan itu. “Sistem sudah bagus tapi kalau tidak ada perubahan manusianya, ini menjadi percuma. Tentunya, perubahan tersebut harus dimulai dari pemimpin. Pemimpin harus bisa menjadi teladan bagi pegawainya. Bukan hanya itu, bekal iman juga harus selalu dipegang teguh agar pegawai pajak tidak mudah tergoda untuk korupsi,” ujarnya.
Tak hanya melakukan gerakan anti korupsi, Ditjen Pajak juga terus melakukan upaya reformasi birokrasi. Langkah ini sudah dimulai sejak 2002 melalui penerapan hukuman disiplin kepada pegawai yang menyalahgunakan wewenang. Lima tahun terakhir, jumlah pegawai yang terkena sanksi disiplin terus meningkat signifikan.
Pada 2007, jumlah pegawai yang terkena sanksi disiplin sebanyak 196 orang. Angka itu berlipat ganda pada tahun 2008 menjadi 406 orang. Pada 2009 dan 2010 berturut-turut Ditjen Pajak memberikan sanksi disiplin kepada 516 dan 657 pegawai. Sedangkan sepanjang 2012 ini, sudah ada 39 pegawai yang dijatuhkan sanksi.
Reformasi birokrasi ini juga dilakukan terhadap 32 ribu pegawai yang tersebar pada 571 kantor di seluruh Indonesia. Dengan adanya pembenahan sistem ini maka diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat. Langkah ini pun mendapat sambutan positif oleh Nasir. “Saya melihat sekarang ini sudah ada upaya perbaikan dan reformasi perpajakan. Pelayanan juga sudah semakin baik,” pungkasnya. (Adv)