REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) melepas 62 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Muhammadiyah ke Brunei Darussalam.
Pelepasan ini adalah bagian dari 400 TKI yang diminta para pengguna Brunei. Sebelumnya, 225 TKI telah diberangkatkan ke Brunei.
Para TKI merupakan binaan Muhammadiyah bekerjasama dengan Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS).
Ketua Kelompok Kerja (Pokja) TKI Muhammadiyah, Umar Jahidin, mengatakan para TKI direkrut dari kantong-kantong binaan Muhammadiyah. Mayoritas berasal dari Magetan, Jawa Timur, Cilacap dan Sukabumi.
"Mereka akan bekerja dalam sektor formal seperti jasa konstruksi, bukan sebagai penata laksana rumah tangga," ujar Umar saat acara pelepasan 400 TKI Formal ke Brunei, di Kantor Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Rabu (10/9).
Penempatan TKI formal dilakukan melalui Pokja Pemberdayaan TKI Muhammadiyah bekerjasama dengan Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) PP Muhammadiyah. Rencananya para TKI akan berada di Brunei selama dua tahun. "Masa kerja bisa diperpanjang tapi mudah-mudahan tidak selamanya mereka bekerja di sana," kata Umar.
Permasalahan yanng mendera TKI menjadi perhatian sekaligus tantangan tersendiri bagi Muhammadiyah. Muhammadiyah terpanggil mencari letak problem yang kerap dialami TKI. Ternyata problem ada di tenaga kerja itu sendiri.
Untuk itu, kata Umar, pihaknya meminta para TKI agar menaati hukum dan segala aturan, baik di negara asal maupun di negara tujuan. Hal ini berguna agar para TKI mendapat perlindungan atas hak-haknya.