REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR - Kegiatan bertani sebagai mata pencaharian masyarakat Desa Segara Katon, Kecamatan Kota, Kabupaten Karangasem Bali, sudah dilakukan secara turun temurun.
Namun kata Sahlan, salah seorang anggota keluarga petani di desa setempat, mereka hanya menjadi petani penggarap, bukan pemilik. Atas jasa mereka mengerjakan sawah itu, mereka mendapatkan dua bagian dari hasil pertanian itu dan tiga bagian menjadi hak pemilik tanah.
"Kalau hanya mengandalkan hasil bagian itu dari menanam padi itu, tentunya kami tidak bisa berbuat banyak," kata Sahlan.
Karena itu, para petani di Segarakaton, memanfaatkan gundukan sawah untuk menanam sayur-sayuran, diantaranya menanam kacang panjang. Dari hasil menanam sayuran itu, mereka punya tambahan hasil untuk membeli pupuk dan selebihnya untuk membiayai anak sekolah.
Dengan dua bagian yang diterimanya selama ini, para petani yang berkewajiban membelikan pupuk. Menurut Syahlan, dengan hasil yang didapatkannya dari bekerja di sawah, boleh dikatakan cukup dan tidak cukup.
Paling-paling katanya, untuk menyekolahkan anak hanya bisa sampai SMP. Karena itu, agar anak-anak mereka bisa sekolah sampai SMA atau untuk kuliah, para petani Segara Katon mencari usaha tambahan, yang penting halal.
Tapi kata Sahlan, kalau anak-anak sudah menamatkan pendidikan SMA, biasanya para orang tua mencarikan bea siswa agar anaknya bisa kuliah.
"Kini sudah ada dua anak dari desa kami yang melanjutkan pendidikan ke Madinah atas bea siswa dari Pemerintah Saudi Arabia," katanya.