Senin 24 Sep 2012 13:35 WIB

MA Hukum Mantan Bupati Sragen 7 Tahun Penjara

Gedung Mahkamah Agung
Foto: M.Syakir/dok.Republika
Gedung Mahkamah Agung

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Majelis hakim kasasi Mahkamah Agung (MA) memvonis mantan Bupati Sragen Untung Wiyono hukuman pidana tujuh tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan dalam kasus korupsi APBD.

"Putusan ini dijatuhkan pada 18 September 2012 oleh majelis hakim kasasi yang terdiri dari Artidjo Alkotsar, Leo Hutagalung dan Surahmin," kata Kabiro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur di Jakarta, Senin.

Selain penjara tujuh tahun, majelis hakim juga mewajibkan mantan bupati Sragen yang merupakan terdakwa korupsi kas daerah APBD Kabupaten Sragen 2003-2010 sebesar Rp 11,2 miliar, membayar uang pengganti senilai Rp 11 miliar subdider lima tahun penjara.

Majelis hakim menilai Untung Wiyono terbukti melanggar Pasal 2 UU Tipikor. "Terdakwa telah menikmati hasil korupsi sebesar uang penganti," kata Ridwan, mengutip pertimbangan hakim.

Menurut Ridwan, putusan ini mengabulkan kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) setelah Pengadilan Tipikor Semarang menjatuhkan vonis bebas.

Seperti diketahui, putusan bebas mantan Bupati Sragen, Jawa Tengah, Untung Wiyono ini bertolak belakang dengan putusan bawahannya yang juga didakwa melakukan korupsi kas daerah APBD Kabupaten Sragen 2003-2010 sebesar Rp 11,2 miliar, Koeshardjono yang menjabat sebagai Sekda, yang divonis 4,5 tahun penjara.

Selain mantan bupati dan sekda, kasus ini juga menyeret mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Sragen, Srie Wahyuni. Kasus ini bermula dari penempatan dana APBD Sragen sebesar Rp 29,3 miliar di BPR Djoko Tingkir dan Rp 8 miliar di BPR Karangmalang.

Penempatan dana di kedua BPR tersebut dalam bentuk sertifikat deposito, namun tidak tercatat sebagai investasi daerah, justru dijaminkan untuk kredit di BPR Djoko Tingkir sebesar Rp 36,3 miliar dan BPR Karangmalang Rp 6,1 miliar.

Srie Wahyuni, yang ketika kredit terjadi menjabat sebagai Kabid Pemegang Kas Daerah, tidak memasukkan dana pinjaman itu ke kas daerah.

Diduga hal itu dilakukan karena perintah Koeshardjono, yang saat itu menjabat sebagai kepala DPPKAD Sragen dan keduanya mengaku diperintah Untung secara lisan. Total pinjaman di dua BPR itu mencapai Rp 42,4 miliar. Pinjaman tercatat atas nama para pejabat di Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Sragen.

Uang pinjaman diduga digunakan untuk membiayai kegiatan di luar kedinasan Untung Wiyono saat menjabat bupati.

Namun Jaksa dalam dakwaannya menyatakan bahwa dana Rp 20,8 miliar dipakai Untung untuk keperluan pribadi, diantaranya untuk melakukan perjalanan ke Thailand dan Rusia.

Sedangkan Rp 4,9 miliar untuk "recovery fund" yang tidak dianggarkan dalam APBD, sementara Rp 16,7 miliar untuk kepentingan di luar kedinasan, termasuk sumbangan kepada masyarakat serta pengembalian pinjaman ke BPR.

Hingga batas kredit berakhir, kredit di Djoko Tingkir masih tersisa Rp 11,2 miliar. Berdasarkan surat Bank Indonesia, BPR Djoko Tingkir mencairkan bilyet deposito sebesar Rp 11,7 miliar. Sebanyak Rp 503 juta sisa pencairan yang digunakan untuk menutup pinjaman, dimasukkan ke kas daerah Sragen.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement