REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aparat penegak hukum seperti Kepolisian dan TNI dinilai ikut terlibat dalam praktik ilegal, terutama kegiatan penyelundupan bahan bakar minyak (BBM). Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti, menganggap pembekingan praktik ilegal oleh aparat berwenang bukanlah hal baru.
Menurut dia, sejumlah cerita dan peristiwa kerap menyandungkan TNI, misalnya, dalam praktik ilegal, seperti penyelundupan minyak. "TNI bekingi kegiatan ilegal itu bukan barang baru," ujar Poengky, Ahad (23/9).
Pertengahan Agustus lalu, Prajurit Korem Garuda Putih 042 Jambi diketahui menjadi beking pencurian minyak mentah dan BBM di Provinsi Jambi. Keterlibatan Korps Militer, lanjut Poengky, biasanya berupa keterlibatan pengawalan dan juga pemberian izin.
Poengky mengingatkan, maraknya praktik pembekingan pun sudah memunculkan korban jiwa. Seorang wartawan tabloid lokal Ambon, Alfred Mirulewan, ditemukan tewas di Pantai Nama, Pulau Kisar, Desember 2010 lalu. Alfred diduga tewas dibunuh saat sedang melakukan liputan investigasi terhadap indikasi penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kisar, Ibu Kota Kabupaten Maluku Barat Daya. "Sampai sekarang pelakunya belum ditangkap," ungkap Poengky.
Kasus tersebut, tegas Poengky, seharusnya menjadi rantai pemutus dari kegiatan ilegal tersebut. Namun pada praktiknya, penindakan hanya berhenti pada satu atau dua orang tersangka yang berasal dari TNI. Selain itu, proses hukum pun masuk pada ranah pengadilan militer, yang menurut Poengky, menjadi sulit diakses publik.
Tak hanya itu, sambung dia, hukuman yang diberikan pun hanya sebatas indispliner dan kurungan penjara dengan waktu yang tak cukup lama. Padahal, kata dia, penyidikan harus dilanjutkan dan tak berhenti pada satu atau dua orang tersangka.
Menurut Poengky, jika penyidikan diperluas, maka bisa saja petinggi-petinggi instansi tersebut dapat diketahui keterlibatannya. Karena itu, Poengky meminta Kapolri dan Panglima TNI untuk bisa tegas dalam menjaga nama baik instansi yang disandang.
Selain itu, DPR juga dimintanya untuk segera merevisi Undang-Undang Peradilan Militer (UU PM). Revisi tersebut, berupa pemindahan persidangan yang sebelumnya menjadi ranah peradilan militer ke pengadilan umum. "Masalah ikut serta kegiatan ilegal itu harus dipersidangan umum," ujarnya.